Kumpulan Makalah
Kamis, 14 Januari 2016
Reliabilitas dan Validitas Tes
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Evaluasi memiliki arti penting dalam kegiatan
belajar mengajar yang dilaksanakan oleh seorang guru. Diantara tujuan dari
evaluasi adalah untuk menilai ketercapaian tujuan pendidikan oleh anak didik,
sarana untuk mengetahui apa yang telah anak didik ketahui dalam kegiatan
belajar mengajar, dan memotivasi anak didik. Untuk mengevaluasi hasil belajar
dan proses belajar siswa, seorang guru menggunakan berbagai macam alat atau
instrumen evaluasi seperti tes tertulis, tes lisan, ceklis-observasi,
angket-wawancara, dan dokumentasi.
Keberhasilan mengungkap hasil dan proses belajar ini
sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat bergantung pada
kualitas alat penilainya, di samping itu juga yang tidak kalah pentingnya tergantung
pada cara pelaksanaannya. Suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas
yang baik apabila alat tersebut memiliki atau memenuhi dua hal, yaitu validitas
(ketepatan) dan reliabilitas (ketetapan atau keajegan) alat tes terjamin
kualitasnya. Alat tes yang bagaimana dan seperti apa yang dikatakan memiliki
validitas dan reliabilias ini, selanjutnya akan kita bahas dalam makalah ini
berjudul “Reliabilitas dan Validitas Tes” ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian reliabilitas ?
2.
Apa
pengertian validitas ?
3.
Sebutkan
jenis-jenis reliabilitas dan validitas ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability
(Reliabilitas) adalah keajegan pengukuran.
Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003: 475)
reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Popham (1995: 21) menyatakan
bahwa reliabilitas adalah "...the degree of which test score are free
from error measurement"
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah
indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala
yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka
alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain, realibitas
menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.
Menurut Brennan (2001:295) reliabilitas merupakan
karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes.
Menurut Sumadi Suryabrata (2004:28) reliabilitas
menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya.
Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi
dan kemantapan.
Dalam pandangan Aiken (1987: 42) sebuah tes
dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun
dilakukan pengukuran berulang-ulang.[1]
Reliabilitas adalah karakter lain dari hasil
evaluasi. Reliabilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau
keajegan. Suatu instrumen evaluasi, dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang
tinggi apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur
yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliabel suatu tes, semakin yakin kita
dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama
dan bisa dipakai di suatu tempat sekolah, ketika dilakukan tes tersebut.
Reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan
tingkat keajegan atau kekonsistenan suatu tes soal. Untuk mengukur tingkat
keajegan soal ini digunakan perhitungan Alpha Cronbach. Rumus yang
digunakan dinyatakan dengan:
R11
=
Keterangan:
n =
banyaknya butir soal
Si2 = jumlah varians tiap skor
St2 = varians skor total
Rumus
untuk mencari varians adalah:
Si2 =
Interpretasi
nilai r11 mengacu pada pendapat Guilford (Ruseffendi, 1991b: 191):
rii < 0,20 reliabilitas sangat rendah
0,20 < rii 0,40 reliabilitas rendah
0,420 < rii 0,70 reliabilitas sedang
0,70 < rii
0,90 reliabilitas tinggi
0,90 < rii
1,00 reliabilitas sangat tinggi.[2]
B.
Validitas
Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata
validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.[3]
Validitas merupakan derajat kemampuan suatu tes yang
mengukur apa yang hendak diukur. Secara tidak langsung itu meliputi tes dan
skala yang terdiri atas sejumlah tugas yang dipilih untuk berfungsi sebagai
indikator hasil belajar. Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian
terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang yang
seharusnya dinilai. Sebagai contoh menilai kemampuan siswa dalam matematika.
Misalnya diberikan soal dengan kalimat yang panjang dan berbelit-belit sehingga
sukar ditangkap maknanya. Akhirnya siswa tidak dapat menjawab karena tidak
memahami pertanyaannya. Validitas tidak berlaku universal sebab bergantung pada
situasi dan tujuan penilaian. Alat penilaian yang telah valid untuk suatu
tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.
Dalam menggunakan validitas suatu tes, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a.
Mengacu pada materi
yang hendak diujikan.
b.
Mengacu pada hasil dari
suatu tes atau instrument evaluasi yang dikenakan pada sekelompok individu.
c.
Berkaitan dengan
derajar dengan istilah validasi tinggi, sedang, rendah.
d.
Mengacu pada penggunaan
hasil evaluasi.[4]
Validitas suatu instrumen evaluasi mempunyai
beberapa makna penting diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Validitas berhubungan
dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrumen evaluasi untuk grup
individual dan bukan instrumen itu sendiri.
2.
Validitas diartikan
sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup kategori yang bisa
mencakup kategori rendah, menengah, dan tinggi.
3.
Prinsip suatu tes
valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para
peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan saja.[5]
Ada dua unsur penting dalam validitas tes. Unsur
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Validitas suatu tes
harus menunjukkan suatu derajat tertentu, ada yang sempurna, ada yang sedang,
dan ada pula yang rendah.
2.
Validitas selalu
dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan spesifik. Sebagaimana pendapat R.
L Thorndike dan H. P Hagen bahwa “validiti is always in relation to a
specific decision or use”[6]
C.
Jenis-jenis
Validitas dan Reliabilitas
a.
Validitas
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu
validitas logis dan validitas empiris.
1)
Validitas Logis
Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis”
berasal dari kata “logika” atau validitas logis sering juga disebut sebagai
analisis kualitatif yaitu berupa penalaran atau penelaahan. Dengan makna
demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan
valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi
karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori
dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain misalnya membuat
sebuah karangan, jika penulisan sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara
logis karangannya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka instrumen
yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah
valid. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa validitas logis dapat
dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya
tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai disusun.
2)
Validitas Empiris
Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang
artinya “pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas
empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Analisis soal secara kuantitatif
menekankan pada analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh
secara empiris. Karakteristik internal secara kuantitatif dimaksudkan meliputi
parameter soal tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Khusus
soal-soal pilihan ganda, dua tambahan parameter yaitu dilihat dari peluang
untuk menebak atau menjawab soal benar dan berfungsi tidaknya pilihan jawaban,
yaitu penyebaran semua alternative jawaban dari subyek-subyek yang dites. Salah
satu tujuan dilakukannya analisis adalah untuk meningkatkan kualitas soal,
yaitu apakah suatu soal dapat diterima karena telah didukung oleh data statistik
yang memadai, diperbaiki karena terbukti terdapat beberapa kelemahan atau
bahkan tidak digunakan sama sekali karena terbukti secara empiris tidak
berfungsi sama sekali.
Ada empat jenis validitas yang sering digunakan,
yakni:
a)
Validitas isi (content validity)
Sebuah tes dikatakan memilki validitas isi apabila
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isis pelajaran
yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka
validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler.
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat
penilaian data mengukur isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu
mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya tes
hasil belajar bidang studi IPS harus bisa mengungkapkan isi bidang studi
tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyusun tes yang bersumber dari
kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Disamping kurikulum dapat juga
diperkaya dengan melihat atau mengkaji buku sumber.
b)
Validitas konstruksi (construct validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi
apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek
berfikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata
lain jika butir-butir soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan
aspek berfikir yang menjadi tujuan instruksional.
c)
Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas
empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai
dengan pengalaman. Jika ada istilah “sesuai” tentu ada dua hal yang
dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman.
Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman
tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent).
Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan
suatu kriterium atau alat banding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang
dibandingkan.
d)
Validitas prediksi (predictive validity)
Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu
mengenai hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan
untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah
nilai-nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti pelajaran di Perguruan
Tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes lebih tinggi gagal dalam
ujian semester 1 dibandingkan dengan yang dahulu nilai tesnya lebih rendah maka
tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas prediksi.[7]
b.
Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum
untuk mengukur reliabilitas, yaitu:
1.
Relibilitas stabilitas.
Menyangkut usaha memperoleh nilai
yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap
saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang
sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan
mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas
stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.
2.
Reliabilitas ekivalen.
Menyangkut usaha memperoleh nilai
relatif yang sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu yang sama.
Definisi konseptual yang dipakai sama tetapi dengan satu atau lebih indicator
yang berbeda, batasan-batasan operasional, paeralatan pengumpulan data, dan /
atau pengamat-pengamat. Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen
pada waktu yang sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum
disebut teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila
satu rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam
kuesioner, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat
cara tertentu. (Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah
tengah ini.) Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor,
lalu skor masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam skor
kemudian skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila kedua skor
itu relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga
diukur dengan menggunakan teknik pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah
diukur dengan laporan pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini
haruslah sesuai dengan skor yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas
pada ”ukuran gelisah” orang tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan
relatif yang sama bila tekanan darahnya yang diukur.[8]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Reliabilitas adalah karakter lain
dari hasil evaluasi. Reliabilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi
atau keajegan.
Validitas merupakan derajat
kemampuan suatu tes yang mengukur apa yang hendak diukur.
Secara garis besar ada dua macam
validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.
Ada empat jenis validitas yang sering digunakan,
yakni:
a)
Validitas isi (content validity)
b)
Validitas konstruksi (construct validity)
c)
Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
d)
Validitas prediksi (predictive validity)
Ada dua cara umum untuk mengukur reliabilitas,
yaitu:
a)
Relibilitas stabilitas.
b)
Reliabilitas ekivalen
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Zainal, Evaluasi Pembelajaran,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
Jihad. Asep dan Haris. Abdul, Evaluasi
Pembelajaran, Yogyakarta:
Multi Pressindo, 2008
Sukardi, Evaluasi
pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
[1] http://merlitafutriana0.blogspot.com/p/validitas-dan-reliabilitas.html,
diakses pada tanggal 30 Maret 2105.
[3] http://merlitafutriana0.blogspot.com/p/validitas-dan-reliabilitas.html,
diakses pada tanggal 30 Maret 2105
[4] http://sangbyyou.blogspot.com/2013/05/makalah-evaluasi-pembelajaran.html,
diakses pada tanggal 30 Maret 2015.
[7] http://mathsamah1989.blogspot.com/2012/10/validitas-dan-reliabilitas-tes-hasil.html,
diakses pada tanggal 30 Maret 2015.
[8] http://merlitafutriana0.blogspot.com/p/validitas-dan-reliabilitas.html,
diakses pada tanggal 30 Maret 2015.
SISTEM PENILAIAN HASIL BELAJAR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Selama manusia berada di bumi, maka selama itu pula
manusia akan membicarakan tentang pendidikan, temasuk masalah-masalah
pendidikan. Salah satunya masalah pendidikan yang terus dan akan selalu
dibicarakan adalah masalah mutu pendidikan yang rendah. Para pakar pendidikan
dan psikologi banyak memberikan pandangan dan analisis terhadap mutu
pendidikannya, tetapi hingga saat ini tidak pernah tuntas, bahkan muncul
masalah-masalah pendidikan yang baru.
Masalah mutu pendidikan yang banyak dibicarakan
adalah rendahnya hasil belajar peserta didik . padahal kita tahu , bahwa hasil
belajar dipengaruhi oleh berbagai factor , antara lain, sikap dan kebiasaan
belajar, fasilitas belajar, motivasi, minat, bakat, pergaulan, lingkungan baik lingkungan
keluarga, teman maupun lingkungan fisik kelas dan yang tak kalah
pentingnyaadalah kemampuan profesional guru dalam melakukan penilaian
hasil belajar itu sendiri
Dalam proses
belajar seorang anak di sekolah tentunya memiliki daya tangkap
( daya serap ) yang berbeda terhadap setiap pelajaran yang diberikan oleh bapak
dan ibu gurunya. Perbedaan daya tangkap inilah yang mempengaruhi penilaian
hasil belajar siswa. Pada pembahasan ini pemakalah akan mengurai tentang
system penilaian hasil belajar.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian dari penilaian hasil belajar ?
2.
Bagaimana
system penilaian pendidikan ?
3.
Bagaimanakah
prinsip-prinsip penilaian pendidikan ?
4.
Apakah
fungsi dan tujuan Evaluasi hasil belajar ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penilaian
Hasil Belajar
Ditinjau dari sudut bahasa,
penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat
menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau
kriteria. Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan
adanya ukuran yang jelas, bagaimana yang baik, yang sedang dan yang kurang.
Ukuran itulah yang dinamakan kriteria. Dari pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa cara penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai
dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai
dengan kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai
dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan biasa bersifat mutlak, bisa
pula bersifat relatif[1]
Penialain hasil belajar adalah proses pemberian
nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
Hal ini disyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
bidang kognitif, afektif, danpsikomotoris, oleh sebab itu dalam
penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan
dikuasai oleh siswa ( kompetensi ) menjadi unsur penting sebagai dasar dan
acuan penilaian. Penilaian proses pembelajaran adalah upaya memberi nilai
terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam
mencapai tujuan-tujuan pengajaran[2]
Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah dilakukan oleh
1.
Penilaian oleh pendidik
yaitu Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan,
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Kegiatan penilaian meliputi:
a.
Penginformasian silabus
mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada
awal semester;
b.
Pengembangan indikator
pencapaian KD dan m pemilihan teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun
silabus mata pelajaran;
c.
Pengembangan instrumen
dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih;
d.
Pelaksanaan tes,
pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan;
e.
Pengolahan hasil
penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta
didik;
f.
Pengembalian hasil
pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik;
g.
Pemanfaatan hasil
penilaian untuk perbaikan pembelajaran;
h.
Pelaporan hasil
penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan
pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai
deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh;
i.
Pelaporan hasil
penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian
kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan digunakan sebagai informasi untuk
menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan
kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.
2.
Penilaian oleh satuan
pendidikan yaitu Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk
menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran.
Kegiatan penilaian meliputi:
a. Penentuan
KKM setiap mata pelajaran dengan harus memperhatikan karakteristik peserta
didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui
rapat dewan pendidik;
b. Pengkoordinasian
ulangan yang terdiri atas ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas;
c. Penentuan
kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket
melalui rapat dewan pendidik, atau penentuan kriteria program pembelajaran bagi
satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan
pendidik;
d. Penentuan
nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan
mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik;
e. Penentuan
nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan
pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil
ujian sekolah/madrasah;
f. Penyelenggaraan
Ujian Sekolah/Madrasah dan penentuan kelulusan peserta didik dari Ujian
Sekolah/Madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi satuan
pendidikan penyelenggara ujian sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah ;
g. Penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik
sesuai dengan kriteria:
o menyelesaikan
seluruh program pembelajaran,
o memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan,
o lulus
Ujian Sekolah/Madrasah, dan
o lulus
Ujian Nasional.
3.
Penilaian oleh
pemerintah
a.
Penilaian Hasil Belajar
oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN);
b.
UN didukung oleh sistem
yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur, dan
adil;
c.
Dalam rangka penggunaan
hasil UN untuk pemetaan mutu rogram/atau
satuan pendidikan, Pemerintah
menganalisis dan membuat peta daya serap hasil UN.[3]
menganalisis dan membuat peta daya serap hasil UN.[3]
B.
Sistem
Penilaian Pendidikan
Pendidikan
agama Islam secara rasional filosofis bertujuan untuk membentuk al insane al
kamil atau manusia paripurna. Bedasarkan konsep ini, pendidikan agama Islam
hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu dimensi dialektikal horizontal dan
dimensi ketundukan vertical.
Dalam
pendidikan agama Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap
(afektif) dan psikomotorik dari pada aspek kognitif. Penekanan ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan murid yang secara garis besar meliputi empat hal,
yaitu :
1.
Sikap
dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2.
Sikap
dan pengalaman terhadap dirinya dengan masyarakat
3.
Sikap
pengalaman terhadap dirinya dengan masyarakat
4.
Sikap
dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat,
serta khalifah Allah SWT.[4]
System
evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah mengacu pada system evaluasi yang
digariskan Allah SWT dalam Al Qur’an sebagaimana telah dikembangkan oleh Nabi
Muhammad Saw. Dari apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam proses
pembinaan Risalah Islamiyah adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengukur daya kognisi, hapalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan
kepadanya seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam tentang asma yang di
ajarkan Allah kepadnya dihadapan para malaikat.
2.
Untuk
menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai problem berbagai macam
problem kehidupan yang dihadapi
3.
Untuk
menentukan tingkat hidup keislaman seperti pengevaluasian Allah terhadap Nabi
Ibrahim yang menyembelih Ismail yang dicintainya.
4.
Untuk
mengetahui sejauh mana atau sampai mana hasil pendidikan yang telah
diaplikasikan Rasulullah saw kepada umatnya
5.
Memberikan
tabsyir (kabar gembira) bagi yang beraktifitas baik dalam memberikan iqab
(siksa) bagi yang beraktiftas
6.
Allah
SWT dalam mengevaluasi hamba-Nya tanpa memandang formalitas (penampilan),
tetapi memandang subtansi dibalik tindakan hamba-hambanya tersebut.
7.
Allah
SWT memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian
menjadikan ketidak objektiffan evaluasi yang dilakukan[5]
Jenis
sistem penilaian
1.
Sistem penilaian
berkelanjutan
Tindak lanjut hasil pengujian :
a. remedial,
bagi siswa yang belum mencapai batas ketuntasan minimal.
b. Pengayaan,
siswa yang telah mencapai ketuntasan minimal, penguatan dengan memberi tugas
membaca, tutor sebaya, diskusi, mengerjakan soal namun tidak mempengaruhi nilai
hanya diungkapkan dalam keterangan profil hasil belajar.
c. Percepatan,
yakni bagi siswa yang telah mencapai ketuntasan maksimum
2.
Sistem pengujian akhir
Batas lulus biasanya 75% mengasai materi ujian.[6]
C.
Prinsip-prinsip
Penilaian Pendidikan
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotorik.
1.
Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yang
dibagi atas dua aspek, yaitu : – Aspek kognitif tingkat rendah, yang terdiri
dari :
a)
Pengetahuan atau
ingatan, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk
pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, defenisi, pasal dalam
undang-undang.
b)
Pemahaman, maknanya
menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau
didengarnya.
Aspek kognitif tingkat tinggi, yang terdiri dari :
a)
Aplikasi, penggunaan
abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin
berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
b)
Analisis, usaha memilah
suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas
hierarkinya dan atau susunannya.
c)
Sintesis, pernyataan
unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh.
d) Evaluasi,
pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi
tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode dan materi.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap, yang terdiri dari lima
aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan
internalisasi.
3. Ranah Psikomotoris
Berkenan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada beberapa aspek dalam ranah psikomotoris, yaitu :
a)
Gerakan refleks ( keterampilan
pada gerak yang tidak sadar ), Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
b)
Kemampuan perseptual,
termasuk didalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris, dan lain-lain
c)
Kemampuan di bidang
fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan
d)
Gerakan-gerakan skill, mulai
dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks
e)
Kemampuan yang berkenan
dengan komunikasi non decursive seperti
gerakan ekspresif dan interpretatif.[7]
Prinsip
umum dalam kegiatan penilaian pendidikan agama adalah hubungan erat antara
komponen tujuan pembelajaran, komponen kegiatan pembelajaran, dan komponen evaluasi
pembelajaran.[8]
D.
Fungsi
dan Tujuan Evaluasi Hasil Belajar
Hasil dari
kegiatan evaluasi hasil belajar ditujukan untuk :
a.
Untuk
diagnostic dan pengembangan yaitu penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil
belajar sebagai dasar pendiagnosnisan.
b.
Untuk
seleksi yaitu sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok
untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu
c.
Untuk
kenaikan kelas yaitu untuk menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan ke
kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat mendukung
keputusan yang dibuat guru.
d.
Untuk
penempatan agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan
potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa
pada kelompok yang sesuai.[9]
Evaluasi mempunyai fungsi : Kurikuler (alat pengukur
ketercapaian tujuan mata pelajaran), instruksional (alat ukur ketercapaian
tujuan proses belajar mengajar), diagnostik (mengetahui kelemahan siswa,
penyembuhan atau penyelesaian berbagai kesulitan belajar siswa)., placement
(penempatan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya, serta kemampuannya) dan
administratif BP (pendataan berbagai permasalahan yang dihadapi siswa dan
alternatif bimbingan dan penyuluhanya).[10]
Empat nilai pokok dari pengajaran agama Islam yaitu
:
1.
Nilai material yaitu
jumlah pengetahuan agama Islam yang diajarkan.
2.
Nilai formal yaitu
nilai pembentukan, yang bersangkutan dengan daya serap siswa di atas segala
bahan yang telah diterimanya
3.
Nilai fungsional yaitu
relenvasi bahan dengan kehidupan sehari-hari
4.
Nilai esensial yaitu
nilai hakiki[11]
Penilaian dalam proses belajar
mengajar meliputi
a)
Evaluasi formatif
b)
Evaluasi sumatif
c)
Pelaporan hasil
evaluasi
d)
Pelaksanaan program
perbaikan dan penganyaan[12]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penialain hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan
kriteria tertentu. Hal ini disyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil
belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah
laku.
System
evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah mengacu pada system evaluasi yang
digariskan Allah SWT dalam Al Qur’an sebagaimana telah dikembangkan oleh Nabi
Muhammad Saw.
Prinsip
umum dalam kegiatan penilaian pendidikan agama adalah hubungan erat antara
komponen tujuan pembelajaran, komponen kegiatan pembelajaran, dan komponen
evaluasi pembelajaran
Tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk :
a.
Untuk
diagnostic dan pengembangan.
b.
Untuk
seleksi
c.
Untuk
kenaikan kelas
d.
Untuk
penempatan
Evaluasi mempunyai fungsi :
Kurikuler (alat pengukur ketercapaian tujuan mata pelajaran), instruksional
(alat ukur ketercapaian tujuan proses belajar mengajar), diagnostik (mengetahui
kelemahan siswa, penyembuhan atau penyelesaian berbagai kesulitan belajar
siswa)., placement (penempatan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya, serta
kemampuannya) dan administratif BP (pendataan berbagai permasalahan yang
dihadapi siswa dan alternatif bimbingan dan penyuluhanya.
DAFTAR PUSTAKA
Drajat ,Zakiah, Metodik Khusus Penajaran Agama
Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 2004
Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta:Rineka Cipta,2013
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, Malang:UIN
MALIKI Press,2010
Makalah Penilaian Hasil Belajar, 2008, Direktorat
Tenaga Kependudukan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
Suryosubroto.B., Proses Belajar Mengajar di
Sekolah,Jakarta:Rineka Cipta,2002
Sudjana. Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1999
[1] Makalah Penilaian Hasil
Belajar, 2008, Direktorat Tenaga Kependudukan, Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta, hlm. 4
[3] http://icalonlyone.weebly.com/standar-penilaian-pendidikan.html,
diakses pada tanggal 12 Maret 2015
[6] http://penilaianhasilbelajar.blogspot.com/2008/01/sistem-penilaian-hasil-belajar.html,
diakses pada tanggal 11 Maret 2015
[7]
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya,1999), hal. 8-9
[10] http://weblog-pendidikan.blogspot.com/2009/09/fungsi-dan-tujuan-evaluasi-pembelajaran.html,
diakses pada tanggal 12 Maret 2015
Langganan:
Postingan (Atom)