Minggu, 08 Maret 2015

Taharah

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Dalam Hukum Islam Thaharah (bersuci) dengan segala seluk beluknya adalah sangat penting, terutama karena syarat sah shalat wajib suci dari hadast besar dan hadast kecil serta suci badan, pakaian dan tempat dari najis.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
Bersuci atau berthaharah berkaitan langsung dengan (1) alat bersuci, seperti air, tanah, batu dan sebagainya. (2) kaifiat atau cara bersuci, (3) macam dan jenis najis yang harus dihilangkan, dan (5) sebab-sebab yang mengakibatkan wajibnya bersuci. Bersuci terdiri dari dua bagian yaitu bersuci dari (1) hadats yang terdiri dari dua bagian pula, yaitu hadats besar dan hadats kecil. Hadats besar disucikan dengan jalan mandi, sedangkan hadats kecil dilakukan denngan cara berwudhu. (2) bersuci dari najis, dengan jalan mencuci benda yang kena najis, sehingga hilang materi najis itu, warna, rasa dan baunya.
B.            Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian, hikmah thaharah  ?
2.         Apa pengertian hadats dan najis ?
3.         Bagaimana cara mensucikan najis ?
4.         Jelaskan tentang wudhuk, mandi dan tayamum !


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian dan Hikmah Thaharah
Thaharah (bersuci menurut syara’ dibagi menjadi dua bagian : thaharatun mina ‘I-hadast (bersuci dari hadast) dan thaharatun mina ‘I-khubuts (bersuci dari kotoran).[1]
Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis. Atau thaharah juga dapat diartikan melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan shalat kecuali dengannya yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan air.
Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus  dicuci dengan airsuci dan mensucikan[2]
Hakikat thaharah ialah memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat yang disyari’atkan, untuk menghilangkan najasah dan hadis.
Firman Allah:
ûÓÍ_t6»tƒ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) (#rãä.øŒ$# zÓÉLyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# àMôJyè÷Rr& ö/ä3øn=tæ ÎoTr&ur óOä3çGù=žÒsù n?tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÊËËÈ  
Artinya: “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan aku telah melabihkan kamu atas segala umat” (QS. Al Baqarah :122)
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya:
a.              Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
b.             Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.
Nabi Saw bersabda:
“Allah tidak  menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia wudhu”, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji orang-orang yang bersuci
Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang hamba.
Seorang hamba yang senantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah di akhirat nanti. Thaharah juga membantu seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada Allah. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada Allah, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum sholat karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan sholat.[3]
B.            Hadats dan Najis
Hadas adalah kondisi tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabakan terhalangnya-orang itu melakukan shalat atau tawaf. Artinya Shalat dan tawaf yang dilakukan tidak sah karena dirinya dalamkeadaan tidak berhads. Menurut ahli fiqhi sebab seorang dihukumkan dirinya dalam kondisi berhadats, ada dua kelompok;
a. Hadas kecil.
~     Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubul yang berupa;
~     Air kencing.
~     Tinja.
~     Kentut.
b. Hadas besar.
~     Mengeluarkan mani.
~     Hubungan kelamin.
~     Terhentinya haid dan nifas.
Cara mensucikanya
a.              Hadas kecil atau hadats ringan untuk mensucikanya diwajibkan berwudhu
b.             Hadas besar, untuk mensucikanya diwajibkan mandi sesuai dengan syara dan bila dalam kondisi darurat dapat bertayamum.[4]
Perbedaan antara najis dan hadas
a.              Hadas adalah sesuatu yang dapat membatalakan wudhu dan shalat.
b.             Najis adalah sesuatu yang dapat membatalkan shalat, tidak membatalkan wudhu.[5]
An-Najasat itu dari kata tunggalnya ialah an-najasah
yang maknanya ialah benda-benda najis. Adapun yang dikatakan
benda-benda najis itu ialah benda-benda yang bila pakaian atau tubuh
kita atau tempat ibadah tersentuh dengannya, harus dicuci dengan air
atau digosokkan dengan tanah sehingga baunya, warnanya dan
tanda-tandanya telah hilang.
Benda-benda najis itu ialah benda-benda yang kotor dan dianggap najis oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tetapi ada pula
benda-benda yang dianggap kotor oleh keumuman manusia, tetapi tidak
dianggap najis oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu yang najis
pastilah kotor, sedangkan yang kotor itu belum tentu najis.
Karena penetapan tentang sesuatu itu najis atau bukan adalah perkara yang berkaitan langsung dengan syarat sahnya shalat, maka untuk menetapkan bahwa sesuatu yang kotor itu adalah najis haruslah dengan dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan tidak bisa sesuatu itu dianggap najis hanya karena perasaan atau akal pikiran manusia menganggapnya kotor. Hal-hal yang najis adalah setiap yang ke luar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci.
Rasulullah saw. bersabda,: “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).[6]
C.           Cara Mensucikan Najis
Menurut mahzab Abu Hanifah, najis dapat dihilangkan dengan segala benda yang cair yang dapat menghilangkan najis. Juga dapat dihilangkan dengan benda-benda yang padat.
Asy Syafi’y hanya membolehkan kita membersihkan najis dengan air. Telapak sepatu yang terkena najis harus dibersihkan dengan air. Najis yang mengenai tanah juga harus dibersihkan dengan air (dengan menuangkan air keatasnya).
Pendirian Ahmad dalam soal ini di tengah-tengah. Ahmad berpendapat, bahwa segala yang telah diterangkan sunnah cara membersihkannya, hendaklah kita memegangi sunnah itu. Karenanya hendaklah kita memegangi sunnah itu. Karenya hendaklah kita membersihkan telapak sepatu yang kena najis dengan menggosokkannya ke tanah, karena demikian diperintahkan hadist. Juga boleh kita berinsitinja dengan menyapunya saja, karena dubur dan qubul itu, disamakan dengan anggota-anggota lain, sama dengan telapak sepatu dibandingkan kepada kain dalam arti selalu berulang-ulang terkena najis.
Ibnu Taimiyah berkata : Terlalu keras dalam soal bersuci ini, itulah agama Yahudi dan terlalu mermudah-mudah, itulah pendirian orang-orang Nashara. Agama Islam imbang keadaannya, tidak terlalu berlebih-lebihan dan tidak pula kurang dari patut.[7]
D.           Wudhuk, Mandi dan Tayamum
Wudhu menurut bahasa berarti: baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudhu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagan kepala, dan membasuh kakai didahilui dengan niat dan dilakukan dengan tertib.
Wudhu dilakukan bagi orang yang akan melakukan ibadah sholat, sebab merupakan salah satu  dari syarat sahnya sholat yang terdapat dalam firman Allah QS. Al Maidah: 6
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$#

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS Al Maidah :6.)
Adapun syarat sah wudhu antara lain:
a)             Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu
b)             Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
c)             Tidak berhadats besar
d)            Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak)
e)             Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat dan sebagainya
f)              Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi mensucikan[8]
Rukun wudhu
Untuk dapat terpenuhinya definisi wudhu, adapun rukun-rukunya yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a)             Niat
b)             Membasuh muka
c)             Membasuh kedua tanagan hingga siku-siku
d)            Mengusap kepala
e)             Membasuh kaki beserta kedua mata kakinya
f)              Tertib[9]
Yang dimaksud dengan Mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6.
4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4  
Artinya : “Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.
Syarat-Syarat mandi
a)             Beragama islam
b)             Sudah tammyiz
c)             Bersih dari haid dan nifas
d)            Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota tubuh seperti cat, lilin dan sebagainya
e)             Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk mandi seperti minyak wangi dan lainnya
f)              Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
g)             Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
h)             Air yang digunakan harus suci dan mensucikan
Rukun Mandi
Rukun mandi besar ada 2 antara lain :
a)             Niat (bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
b)             Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung kaki.[10]
Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci. Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk berwudhu .
Syarat – Syarat Tayammum
Seseoarang dibolehkan untuk bertayammum jika:
a)             Islam
b)             Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c)             Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya
d)            Telah masuk waktu shalat
e)             Dengan debu yang suci
f)              Bersih dari Haid dan Nifas
Adapun Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum adalah :
a.              Tidak ada air untuk dipakai bersuci.
b.             Tidak mampu menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.
Rukun Tayammum
a)             Niat:
b)             Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
c)             Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah
d)            Memindahkan debu kepada anggota yang diusap
e)             Tertib[11]


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Thaharah yaitu melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan shalat kecuali dengannya yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan air.
Thaharah memiliki hikmah yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang hamba.
Hadas adalah kondisi tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabakan terhalangnya-orang itu melakukan shalat atau tawaf.
Najis ialah benda-benda yang bila pakaian atau tubuh
kita atau tempat ibadah tersentuh dengannya, harus dicuci dengan air
atau digosokkan dengan tanah sehingga baunya, warnanya dan
tanda-tandanya telah hilang.
Najis dapat dihilangkan dengan segala benda yang cair yang dapat menghilangkan najis. Juga dapat dihilangkan dengan benda-benda yang padat.
Wudhu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagan kepala, dan membasuh kakai didahilui dengan niat dan dilakukan dengan tertib. Mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh badan di sertai niat. Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.


DAFTAR PUSTKA

Anwar. Moch., Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987
Ash Shiddieq. Hasbi T M ., Kuliah Ibadah, Pustaka Rizki Putra:Semarang,2000
Drajat. Zakiah, dkk. Ilmu Fiqh. Jakarta: IAIN Jakarta, 1983
Rusyd. Ibnu, Bidayatul Muztahid, (Asy-Syfa:Semarang,1990), hal. 9
Sa’adi. Adil  dkk, Fiqhun nisa’_Thaharoh sholat, Jakarta Selatan: PT Mizan Publika,2008
Saleh. Hasan, Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer, Jakarta: Rajawali, 2008),





[1] Ibnu Rusyd, Bidayatul Muztahid, (Asy-Syfa:Semarang,1990), hal. 9
[2] H. Moch. Anwar, Fiqih Islam  Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987) Hal 9
[3] Rafiatunajjah Kamariah, Makalah thaharah, http://rafiatunnajahqomariah.blogspot.com/2012/05/makalah-fiqh-tentang-taharah.html, diakses pada tanggal 3 Februari 2015.
[4] Ihkwan Perbaungan, Hadas dan Najis, http://ikhwan-perbaungan.blogspot.com/2013/04/pengertian-hadas-dan-najis-dan-macam.html, diakses pada tanggal 4 Maret 2015.
[5] Ibid,.
[6] Ibid,.
[7] T M . Hasbi Ash Shiddieq, Kuliah Ibadah, (Pustaka Rizki Putra:Semarang,2000), hal. 114
[8] Adil sa’adi dkk, Fiqhun nisa’_Thaharoh sholat, (Jakarta Selatan: PT Mizan Publika,2008)hal.26
[9] Zakiah Drajat, dkk. Ilmu Fiqh. (Jakarta: IAIN Jakarta, 1983), hal.41-49
[10] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 2008), hal. 47-48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar