Kamis, 13 November 2014

Filsafat Fazlur Rahman

BAB I
PENDAHULUAN
Fazlur Rahman merupakan slah satu tokoh pembaharuan dalam pendidikan Islam, dimana banyak sekali pemikiran-pemikiran Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam yang bisa kita pelajari lebih lanjut. Untuk lebih memahami tentang pemikiran-pemikiran fazlur rahman tentang pendidikan Islam dalam makalah ini pemakalah akan membahas tentang pemikiran filosofis Fazlur Rahman dalam pendidikan Islam. Dengan kita mempelajari pemikiran filosofi Fazlur Rahman semoga kita dapat mengetahui lebih banyak lagi tentang teori-teori islam pada zaman dahulu. Karena dengan kita memahami pendidikan Islam pada zaman dahulu atau pada tokoh-tokoh islam kita dapat mencari kekurangan dan kelebihan pendidikan islam pada masa sekarang.
Kesadaran Fazlur Rahman terhadap pendidikan sebagai sarana utama penunjang pembaharuan inilah yang mendorongnya terjun dalam kritisme sistem pendidikan Islam yang berkembang pada periode kemunduran dan pada awal pembaharuan (modern).
Pemikiran pendidikan yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman merupakan masalah yang menarik dan urgen untuk dibahas. Dengan melihat dan mempelajari usaha yang telah dilakukan oleh Fazlur Rahman, kita sebagai generasi penerus dari usaha pengembangan Islam melalui pendidikan berharap dapat mengambil pelajaran, sehingga nantinya dalam pengembangan tersebut kita tidak berjalan dari ruang hampa, dan dapat lebih terarah langkahnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pemikiran Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Fazlur Rahman sebagai seorang aktivis dan ilmuwan Islam, dimana posisinya bila dilihat dari segi pengklasifikasian para intelektual muslim dalam masa konteporer. Fazlur Rahman dilahirkan pada 21 September 1919, didaerah Hazara ketika India belum pecah menjadi dua Negara, daerah tersebut sekarang terletak disebelah Barat laut Pakistan.[1]
Perkembangan pemikiran dan karya-karya Fazlur Rahman dapat diklasifikasikan ke dalam tiga periode, yaitu periode pembentukan (formasi), periode perkembangan, dan periode kematangan.
Periode pertama disebut periode pembentukan karena pada periode ini Fazlur Rahman mulai meletakkan dasar-dasar pemikirannya dan mulai berkarya. Periode kedua disebut periode perkembangan karena pada periode ini Fazlur Rahman mengalami proses menjadi, yaitu proses berkembang dari pertumbuhan menuju kematangan. Periode ketiga disebut dengan periode Kematangan, karya-karya intelektual Fazlur Rahman sejak kepindahannya ke Chicago (1970) mencakup hampir seluruh kajian Islam normatif maupun historis.[2]
Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman bukan sekedar perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperi buku-buku yang di ajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme Islam karena baginya hal inilah yang di maksud dengan esensi pendidikan tinggi Islam. Hal ini merupakan pertumbuhan suatu pemikiran Islam yang asli dan memadai, dan yang harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah pendidikan Islam.[3]
Pendidikan Islam dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama, pendidikan Islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dunia Islam seperti yang dilaksanakan di Pakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Untuk konteks Indonesia, meliputi pendidikan di pesantren, di madrasah, (mulai dari ibtidaiyah sampai aliyah), dan di perguruan tinggi Islam, bahkan bisa juga pendidikan agama Islam di sekolah (sejak dari dasar sampai lanjutan atas) dan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum. Kedua, pendidikan tinggi Islam yang di sebut dengan intlektualisme Islam. Lebih dari itu, pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dapat juga difahami sebagai proses untuk menghasilkan mausia (Ilmuwan) integratif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan sebagainya. Ilmuwan yang demikian itu diharapkan dapat memberikan alternatif solusi atas problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia.[4]
Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman  dapat dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integrative, yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan sebagainya. Menurut pemikiran Fazlur Rahman pendidikan Islam dapat mencakup dua pengertian, yaitu:
1.             Pendidikan Islam dalam pendidikan praktis
Pendidikan Islam dalam pendidikan praktis yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dunia Islam seperti yang di selenggarakan di Pakistan, Sudan, Saudi, Iran, Maroko dan sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Untuk Indonesia, meliputi pendidikan di pesantren, di madrasah, dan di perguruan tinggi islam, bahkan bisa juga pendidikan agama islam di sekolah dan pendidikan agama islam di perguruan tinggi umum.
2.             Pendidikan islam yang di sebut dengan intelektual islam.
Pendidikan islam menurut Fazlur Rahman dapat juga di pahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia integrative, yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur dan sebagainya.
Tanggung jawab pendidik yang pertama adalah menanamkan pada pikiran-pikiran peserta didik dengan nilai moral. Pendidikan islam didasarkan pada ideology islamkarena Al-qur’an menyuruh manusia mempelajari bumi seisinya dengan cermat dan mendalam serta mengambil pelajaran darinya agar dapat menggunakan pengetahuanya dengan tepat dan tidak berbuat kerusakan.[5]
B.            Tujuan Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Dengan mendasarkan pada al-Qur’an, tujuan pendidikan menurut Fazlu Rahman adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkin manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.[6]
Dewasa ini pendidikan Islam sedang dihadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat dari masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealisme umat  manusia yang serba multi interest dan berdimensi nilai ganda dengan  tuntutan hidup yang multi  komplek pula .Ditambah lagi dengan beban psikologis umat islam dalam menghadapi barat. Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis. Akibatnya munculah golongan yang menolak segala apa yang berbau Barat,bahkan adapula yang mengharamkan pengambil alihan ilmu dan teknologinya.Sehingga apabila kondisi ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kemunduran umat Islam.[7]
Menurut Rahman, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1.             Tujuan pendidikanIslam yang bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya kepada kehidupan akhirat tersebut harus segera diubah.Tujuan pendidikan islam harus berorientasi kepada klehidupan dunia dan akhirat sekaligus serta bersumber pada AL-Qur’an.
2.             beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat harus segera dihilangkan.Untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan supaya dilakukan kajian Islam yang menyeluruh secara historis dan sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam seperti teologi,hukum,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,dan filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an sebagai penilai.
3.             Sikap  negatif umat Islam  terhadap ilmu  pengetahuan juga  harus  dirubah. Sebab menurut  Rahman, ilmu  pengetahuan  tidak ada yang salah, yang  salah  adalah penggunanya.[8]
C.           Kurikulum dan Materi Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Kemerosotan gradual standar-standar akademis dalam sejarah pendidikan Islam disebabkan oleh sedikitnya literatur yang ada di perpustakaan dan buku-buku yang tercantum dalam kurikulum. Selain itu, waktu yang ditempuh dalam proses akademis terlalu singkat bagi para siswa/mahasiswa untuk menguasai materi pelajaran yang “kenyal” dan terlalu banyak sehingga seringkali segi-segi tinggi ilmu keagamaan yang diajarkan sulit dipahami pada usia yang relatif muda dan belum matang.[9]
Hal tersebut membawa konsekuensi pada proses belajar yang lebih banyak bersifat studi tekstual buku-buku daripada memahaminya, sehingga menjadikan proses belajar ialah untuk menghafal, bukan untuk mendapatkan kepahaman. Untuk itu, pembenahan kurikulum dan sarana pendidikan untuk meningkatkan pemahaman intelektualisme dan riset merupakan sesuatu yang urgen. Penambahan kepustakaan dan perpustakaan serta perubahan kurikulum yang mengarah pada kurikulum dialogis adalah hal yang harus dilakukan.[10]
Rahman, melihat dengan penyempitan lapangan ilmu pengetahuan umum melalui tiadanya pemikiran umum dan sain-sain kealaman, maka kurikulum dengan sendirinya menjadi terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan murni dengan gramatika dan kesusasteraan sebagai alat-alatnya yang memang diperlukan. Mata pelajaran keagamaan murni yang disebut Rahman adalah Hadits atau Tradisi, Fiqh atau Hukum (termasuk 'Ushul al-Fiqh atau Prinsip-prinsip Hukum), Kalam atau theologi, dan Tafsir atau eksegesis al-Qur'an. Dibanyak madrasah sayap kanan Ahl al-Hadits, bahkan theologi dicurigai, maka dengan sendirinya hanya tiga matapelajaran.[11]
Menurut Rahman, kemerosotan gradual standar-standar akademik selama berabad-abad terletak pada fakta bahwa, sangat sedikit buku-buku yang tercantum dalam kurikulum, waktu yang diperlukan untuk belajar sangat singkat untuk bisa menguasai bahan-bahan yang 'kenyal' dan seringkali sulit dipahami pelajaran ilmu keagamaan yang tinggi pada usia yang relatif muda dan belum matang. Akhirnya kondisi belajar lebih banyak bersifat stusi tekstual buku-buku daripada memahami pelajaran yang bersangkutan. Selain itu juga pelajatan lebih banyak bersifat hapalan dari pada pemahaman yang sebenarnya.[12]
Kurikulum dilaksanakan atas metode urutan mata pelajaran. Bahas Arab dan tatabahasa Arab, kesusastraan, ilmu hitung, filsafat, hukum, yurisprudensi, theologi tafsir al-Qur'an, dan Hadits. Si murid melewati kelas demi kelas dengan menyelesaikan satu mata pelajaran dan memulai dengan mata pelajaran yang lain yang lebih tinggi. Dengan demikian sistem ini tidak memberi banyak waktu untuk setiap mata pelajaran. Tugas guru hanya mengajarkan komentar-komentar orang lain, di samping teks aslinya, dan guru tampa menyertai komentarnya sendiri dalam pelajaran tersebut. Selain Rahman mengatakan bahwa persaingan pendapat tentang mata pelajaran mana yang lebih tinggi dari mata pelajaran yang lain. Persaingan antara ilmu hukum dan theologi, dan banyak orang menganggap Hadits yang paling tinggi atau besar di antara semua mata pelajaran, karena hadits menjadi sumber bahan. Bahkan ada beberapa sekolah di mana hampir-hampir satu-satunya mata pelajaran yang diajarkan adalah Hadits, sangat ironis sekali. Rahman, membenarkan tesa sementara orang yang berbicara tentang kekakuan disiplin-disiplin keagamaan dan orientasi umum pendidikan madrasah terhadap kepentingan-kepentingan keagamaan, namun lapangan pendidikan pada waktu itu, secara keseluruhannya adalah jauh dari kaku. Rahman, mengatakan seorang pemikir abad kedelapanbelas, Syah Waliyullah (w.1174 H/1761 M) telah meninggalkan warisan kurikulumnya sendiri dalam sketsa otobiografinya? Kurikulum tersebut meliputi matematika, astronomi dan kedokteran. Karena itu, sistem madrasah tidak mewakili keseluruhan pendidikan Islam. Karena Syah Waliyullah tidak pernah belajar di madrasah, tetapi hanya belajar privat di rumah dengan ayahnya.[13]
Materi pendidikan menurut Fazlur Rahman meliputi mebaca dan menulis, berhitung, Al-Qur’an, al-hadits, komentar dan superkomentar, fiqih, Illahiyah, adab, thobi’iyah, dan astronomi. Rahman, melihat dengan penyempitan lapangan ilmu pengetahuan umum melalui tiadanya pemikiran umum dan sain-sain kealaman, maka kurikulum dengan sendirinya menjadi terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan murni dengan gramatika dan kesusasteraan sebagai alat-alatnya yang memang diperlukan. Mata pelajaran keagamaan murni yang disebut Rahman adalah Hadits atau Tradisi, Fiqh atau Hukum (termasuk ‘Ushul al-Fiqh atau Prinsip-prinsip Hukum), Kalam atau theologi, dan Tafsir atau eksegesis al-Qur’an. Dibanyak madrasah sayap kanan Ahl al-Hadits, bahkan theologi dicurigai, maka dengan sendirinya hanya tiga matapelajaran.[14]
D.           Metode Pendidikan Fazlur Rahman
Metode pembelajaran abad pertengahan: membaca dan mengulang-ulang sampai hafal. Metode demikian ini menurut Fazlur Rahman dikenal dengan metode belajar secara mekanis, pada saat itu sekolah tidak melaksanakan ujian akhir tahun tetapi peserta didik bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi dengan rekomendasi guru-gurunya. Dalam berbagai bentuk menurut Fazlur Rahman pendidikan Islam ketika zaman pertengahan menerapkan metode membaca dan menulis, tetapi yang paling lazim adalah menghafal Al-Qur;an dan Al-hadits, namun ada juga kelompok kecil yang berusaha mengembangkan kemampuan intelektual.[15] Secara mendasar pembaharuan pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dapat dilakukan dengan menerima pendidikan, kemudian berusaha memasukinya dengan konsep-konsep Islam. Menurut Fazlur Rahman, pembaharuan dilakukan dengan cara:
a.              Membangkitkan ideologi umat Islam tentang pentingnya belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
b.             Berusaha mengikis dualisme system pendidikan tradisional (agama), dan pada sisi lain ada pendidikan modern (sekuler). Kedua sistem ini sama-sama tidak beres. Karena itu perlu ada upaya mengintegrasikan keduanya.
c.              Menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebgai alat untuk mengeluarkan pendapat-pendapat yang orisinil. Menurut Rahman umat Islam adalah masyarakat tanpa bahasa karena lemah di bidang bahasa.
d.               Pembaharuan di bidang metode pendidikan Islam yaitu dari metode mengulang-ulang dan menghafal pelajaran ke metode memahami dan menganalisis.[16]


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Pendidikan Islam bukan sekedar perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperi buku-buku yang di ajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme Islam karena baginya hal inilah yang di maksud dengan esensi pendidikan tinggi Islam. Hal ini merupakan pertumbuhan suatu pemikiran Islam yang asli dan memadai, dan yang harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah pendidikan Islam.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkin manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.
Kurikulum dilaksanakan atas metode urutan mata pelajaran. Bahas Arab dan tatabahasa Arab, kesusastraan, ilmu hitung, filsafat, hukum, yurisprudensi, theologi tafsir al-Qur'an, dan Hadits.
Metode pendidikan Islam yaitu membaca dan mengulang-ulang sampai hafal. Metode demikian ini dikenal dengan metode belajar secara mekanis.


DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Hasbi, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta : Uli Press, 2006
Artikel, Nugroho, Anjar, Pembaharuan Pendidikan Islam : Studi terhadapa pemikiran Fazlu Rahman. Buku Elektronik
Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellctual Tradition America : the   University of Chichago Press, 1982. Buku eletronik
Sutrisno, Pendidikan Islam yang menghidupkan, Yogyakarta: Kota Kembang, 2006
Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I., 2006
Sufyan, Mahbub, Konsep Transformasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah jurusan kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2005 Buku elekronik




[1] Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman ( Yogyakarta : Uli Press, 2006), hal. 9
[2] Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian terhadap Metode, Epistemologi, dan Sistem Pendidikan ( Yogyakarta : Pustaka Remaja, 2006, hlm. 63
[3] Fazlur Rahman,Islam and Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, The University of Chicago press, Chicago, 1982, hlm. 1. Dalam Sutrisno, Fazlur Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I., 2006) hlm. 170
[4] Ibid.
[5] Ibid,. hal. 106-107
[6] Ibid., hal. 60.
[7] Artikel,Anjar Nugroho S.Ag (Dosen fakultas agama Islam UMP)”Pembaharuan Pendidikan Islam : Studi terhadapa pemikiran Fazlu Rahman. Buku Elektronik
[8] Ibid.
[9] Mahbub Sufyan, Konsep Transformasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah jurusan kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), hlm.  66-69. Buku elekronik
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellctual Tradition (America : the   University of Chichago Press, 1982). hal 35-37. Buku eletronik
[15] Sutrisno, Pendidikan Islam yang menghidupkan,(Yogyakarta: Kota Kembang, 2006), hal. 18
[16] Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian Terhadap Metode, Epistemology dan System Pendidikan,  hal. 167.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar