BAB I
PENDAHULUAN
Fazlur
Rahman merupakan slah satu tokoh pembaharuan dalam pendidikan Islam, dimana
banyak sekali pemikiran-pemikiran Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam yang
bisa kita pelajari lebih lanjut. Untuk lebih memahami tentang pemikiran-pemikiran
fazlur rahman tentang pendidikan Islam dalam makalah ini pemakalah akan
membahas tentang pemikiran filosofis Fazlur Rahman dalam pendidikan Islam.
Dengan kita mempelajari pemikiran filosofi Fazlur Rahman semoga kita dapat
mengetahui lebih banyak lagi tentang teori-teori islam pada zaman dahulu.
Karena dengan kita memahami pendidikan Islam pada zaman dahulu atau pada
tokoh-tokoh islam kita dapat mencari kekurangan dan kelebihan pendidikan islam
pada masa sekarang.
Kesadaran
Fazlur Rahman terhadap pendidikan sebagai sarana utama penunjang pembaharuan
inilah yang mendorongnya terjun dalam kritisme sistem pendidikan Islam yang
berkembang pada periode kemunduran dan pada awal pembaharuan (modern).
Pemikiran
pendidikan yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman merupakan masalah yang menarik
dan urgen untuk dibahas. Dengan melihat dan mempelajari usaha yang telah
dilakukan oleh Fazlur Rahman, kita sebagai generasi penerus dari usaha
pengembangan Islam melalui pendidikan berharap dapat mengambil pelajaran, sehingga
nantinya dalam pengembangan tersebut kita tidak berjalan dari ruang hampa, dan
dapat lebih terarah langkahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemikiran
Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Fazlur
Rahman sebagai seorang aktivis dan ilmuwan Islam, dimana posisinya bila dilihat
dari segi pengklasifikasian para intelektual muslim dalam masa konteporer.
Fazlur Rahman dilahirkan pada 21 September 1919, didaerah Hazara ketika India
belum pecah menjadi dua Negara, daerah tersebut sekarang terletak disebelah
Barat laut Pakistan.[1]
Perkembangan
pemikiran dan karya-karya Fazlur Rahman dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
periode, yaitu periode pembentukan (formasi), periode perkembangan, dan periode
kematangan.
Periode
pertama disebut periode pembentukan karena pada periode ini Fazlur Rahman mulai
meletakkan dasar-dasar pemikirannya dan mulai berkarya. Periode kedua disebut
periode perkembangan karena pada periode ini Fazlur Rahman mengalami proses
menjadi, yaitu proses berkembang dari pertumbuhan menuju kematangan. Periode
ketiga disebut dengan periode Kematangan, karya-karya intelektual Fazlur Rahman
sejak kepindahannya ke Chicago (1970) mencakup hampir seluruh kajian
Islam normatif maupun historis.[2]
Pendidikan
Islam menurut Fazlur Rahman bukan sekedar perlengkapan dan peralatan fisik atau
kuasi fisik pengajaran seperi buku-buku yang di ajarkan ataupun struktur
eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme Islam karena baginya
hal inilah yang di maksud dengan esensi pendidikan tinggi Islam. Hal ini
merupakan pertumbuhan suatu pemikiran Islam yang asli dan memadai, dan yang
harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah
pendidikan Islam.[3]
Pendidikan
Islam dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama, pendidikan Islam dalam
pengertian praktis, yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dunia Islam seperti
yang dilaksanakan di Pakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan
sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Untuk konteks
Indonesia, meliputi pendidikan di pesantren, di madrasah, (mulai dari
ibtidaiyah sampai aliyah), dan di perguruan tinggi Islam, bahkan bisa juga
pendidikan agama Islam di sekolah (sejak dari dasar sampai lanjutan atas) dan
pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum. Kedua, pendidikan tinggi
Islam yang di sebut dengan intlektualisme Islam. Lebih dari itu,
pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dapat juga difahami sebagai proses untuk
menghasilkan mausia (Ilmuwan) integratif, dinamis, inovatif, progresif, adil,
jujur, dan sebagainya. Ilmuwan yang demikian itu diharapkan dapat memberikan
alternatif solusi atas problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia.[4]
Pendidikan
Islam menurut Fazlur Rahman dapat dipahami sebagai proses untuk
menghasilkan manusia (ilmuwan) integrative, yang padanya terkumpul sifat-sifat
seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan
sebagainya. Menurut pemikiran Fazlur Rahman pendidikan Islam dapat mencakup dua
pengertian, yaitu:
1.
Pendidikan Islam
dalam pendidikan praktis
Pendidikan
Islam dalam pendidikan praktis yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dunia
Islam seperti yang di selenggarakan di Pakistan, Sudan,
Saudi, Iran, Maroko dan sebagainya, mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Untuk Indonesia, meliputi pendidikan di pesantren, di
madrasah, dan di perguruan tinggi islam, bahkan bisa juga pendidikan agama
islam di sekolah dan pendidikan agama islam di perguruan tinggi umum.
2.
Pendidikan islam
yang di sebut dengan intelektual islam.
Pendidikan islam menurut Fazlur Rahman
dapat juga di pahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia integrative,
yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif,
progresif, adil, jujur dan sebagainya.
Tanggung
jawab pendidik yang pertama adalah menanamkan pada pikiran-pikiran peserta didik
dengan nilai moral. Pendidikan islam didasarkan pada ideology
islamkarena Al-qur’an menyuruh manusia mempelajari bumi seisinya dengan
cermat dan mendalam serta mengambil pelajaran darinya agar dapat menggunakan
pengetahuanya dengan tepat dan tidak berbuat kerusakan.[5]
B.
Tujuan
Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Dengan
mendasarkan pada al-Qur’an, tujuan pendidikan menurut Fazlu Rahman adalah untuk
mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang
diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang
memungkin manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat
manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.[6]
Dewasa
ini pendidikan Islam sedang dihadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat
dari masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya
aspirasi dan idealisme umat manusia yang serba multi interest dan
berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang
multi komplek pula .Ditambah lagi dengan beban psikologis umat islam
dalam menghadapi barat. Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi
pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal
bersifat mekanis. Akibatnya munculah golongan yang menolak segala apa yang
berbau Barat,bahkan adapula yang mengharamkan pengambil alihan ilmu dan
teknologinya.Sehingga apabila kondisi ini terus berlanjut akan dapat
menyebabkan kemunduran umat Islam.[7]
Menurut
Rahman, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1.
Tujuan
pendidikanIslam yang bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya kepada
kehidupan akhirat tersebut harus segera diubah.Tujuan pendidikan islam harus
berorientasi kepada klehidupan dunia dan akhirat sekaligus serta bersumber pada
AL-Qur’an.
2.
beban psikologis
umat Islam dalam menghadapi Barat harus segera dihilangkan.Untuk menghilangkan
beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan supaya dilakukan
kajian Islam yang menyeluruh secara historis dan sistimatis mengenai
perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam seperti teologi,hukum,etika,hadis
ilmu-ilmu sosial,dan filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an sebagai
penilai.
3.
Sikap negatif
umat Islam terhadap ilmu pengetahuan
juga harus dirubah. Sebab menurut Rahman,
ilmu pengetahuan tidak ada yang salah,
yang salah adalah penggunanya.[8]
C.
Kurikulum
dan Materi Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Kemerosotan
gradual standar-standar akademis dalam sejarah pendidikan Islam disebabkan oleh
sedikitnya literatur yang ada di perpustakaan dan buku-buku yang tercantum
dalam kurikulum. Selain itu, waktu yang ditempuh dalam proses akademis terlalu
singkat bagi para siswa/mahasiswa untuk menguasai materi pelajaran yang
“kenyal” dan terlalu banyak sehingga seringkali segi-segi tinggi ilmu keagamaan
yang diajarkan sulit dipahami pada usia yang relatif muda dan belum matang.[9]
Hal
tersebut membawa konsekuensi pada proses belajar yang lebih banyak bersifat
studi tekstual buku-buku daripada memahaminya, sehingga menjadikan proses
belajar ialah untuk menghafal, bukan untuk mendapatkan kepahaman. Untuk itu,
pembenahan kurikulum dan sarana pendidikan untuk meningkatkan pemahaman
intelektualisme dan riset merupakan sesuatu yang urgen. Penambahan kepustakaan
dan perpustakaan serta perubahan kurikulum yang mengarah pada kurikulum
dialogis adalah hal yang harus dilakukan.[10]
Rahman,
melihat dengan penyempitan lapangan ilmu pengetahuan umum melalui tiadanya
pemikiran umum dan sain-sain kealaman, maka kurikulum dengan sendirinya menjadi
terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan murni dengan gramatika dan kesusasteraan
sebagai alat-alatnya yang memang diperlukan. Mata pelajaran keagamaan murni
yang disebut Rahman adalah Hadits atau Tradisi, Fiqh atau Hukum (termasuk
'Ushul al-Fiqh atau Prinsip-prinsip Hukum), Kalam atau theologi, dan Tafsir
atau eksegesis al-Qur'an. Dibanyak madrasah sayap kanan Ahl al-Hadits, bahkan
theologi dicurigai, maka dengan sendirinya hanya tiga matapelajaran.[11]
Menurut
Rahman, kemerosotan gradual standar-standar akademik selama berabad-abad
terletak pada fakta bahwa, sangat sedikit buku-buku yang tercantum dalam
kurikulum, waktu yang diperlukan untuk belajar sangat singkat untuk bisa
menguasai bahan-bahan yang 'kenyal' dan seringkali sulit dipahami pelajaran
ilmu keagamaan yang tinggi pada usia yang relatif muda dan belum matang.
Akhirnya kondisi belajar lebih banyak bersifat stusi tekstual buku-buku
daripada memahami pelajaran yang bersangkutan. Selain itu juga pelajatan lebih
banyak bersifat hapalan dari pada pemahaman yang sebenarnya.[12]
Kurikulum
dilaksanakan atas metode urutan mata pelajaran. Bahas Arab dan tatabahasa Arab,
kesusastraan, ilmu hitung, filsafat, hukum, yurisprudensi, theologi tafsir
al-Qur'an, dan Hadits. Si murid melewati kelas demi kelas dengan menyelesaikan
satu mata pelajaran dan memulai dengan mata pelajaran yang lain yang lebih
tinggi. Dengan demikian sistem ini tidak memberi banyak waktu untuk setiap mata
pelajaran. Tugas guru hanya mengajarkan komentar-komentar orang lain, di
samping teks aslinya, dan guru tampa menyertai komentarnya sendiri dalam
pelajaran tersebut. Selain Rahman mengatakan bahwa persaingan pendapat tentang
mata pelajaran mana yang lebih tinggi dari mata pelajaran yang lain. Persaingan
antara ilmu hukum dan theologi, dan banyak orang menganggap Hadits yang paling
tinggi atau besar di antara semua mata pelajaran, karena hadits menjadi sumber
bahan. Bahkan ada beberapa sekolah di mana hampir-hampir satu-satunya mata
pelajaran yang diajarkan adalah Hadits, sangat ironis sekali. Rahman,
membenarkan tesa sementara orang yang berbicara tentang kekakuan disiplin-disiplin
keagamaan dan orientasi umum pendidikan madrasah terhadap
kepentingan-kepentingan keagamaan, namun lapangan pendidikan pada waktu itu,
secara keseluruhannya adalah jauh dari kaku. Rahman, mengatakan seorang pemikir
abad kedelapanbelas, Syah Waliyullah (w.1174 H/1761 M) telah meninggalkan
warisan kurikulumnya sendiri dalam sketsa otobiografinya? Kurikulum tersebut
meliputi matematika, astronomi dan kedokteran. Karena itu, sistem madrasah
tidak mewakili keseluruhan pendidikan Islam. Karena Syah Waliyullah tidak
pernah belajar di madrasah, tetapi hanya belajar privat di rumah dengan ayahnya.[13]
Materi
pendidikan menurut Fazlur Rahman meliputi mebaca dan menulis, berhitung,
Al-Qur’an, al-hadits, komentar dan superkomentar, fiqih, Illahiyah, adab,
thobi’iyah, dan astronomi. Rahman, melihat dengan penyempitan lapangan
ilmu pengetahuan umum melalui tiadanya pemikiran umum dan sain-sain kealaman,
maka kurikulum dengan sendirinya menjadi terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan
murni dengan gramatika dan kesusasteraan sebagai alat-alatnya yang memang
diperlukan. Mata pelajaran keagamaan murni yang disebut Rahman adalah Hadits
atau Tradisi, Fiqh atau Hukum (termasuk ‘Ushul al-Fiqh atau Prinsip-prinsip
Hukum), Kalam atau theologi, dan Tafsir atau eksegesis al-Qur’an. Dibanyak
madrasah sayap kanan Ahl al-Hadits, bahkan theologi dicurigai, maka dengan
sendirinya hanya tiga matapelajaran.[14]
D.
Metode
Pendidikan Fazlur Rahman
Metode
pembelajaran abad pertengahan: membaca dan mengulang-ulang sampai hafal. Metode
demikian ini menurut Fazlur Rahman dikenal dengan metode belajar secara
mekanis, pada saat itu sekolah tidak melaksanakan ujian akhir tahun tetapi
peserta didik bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi dengan rekomendasi
guru-gurunya. Dalam berbagai bentuk menurut Fazlur Rahman pendidikan Islam
ketika zaman pertengahan menerapkan metode membaca dan menulis, tetapi yang
paling lazim adalah menghafal Al-Qur;an dan Al-hadits, namun ada juga kelompok
kecil yang berusaha mengembangkan kemampuan intelektual.[15]
Secara mendasar pembaharuan pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dapat
dilakukan dengan menerima pendidikan, kemudian berusaha memasukinya dengan
konsep-konsep Islam. Menurut Fazlur Rahman, pembaharuan dilakukan dengan cara:
a.
Membangkitkan
ideologi umat Islam tentang pentingnya belajar dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b.
Berusaha
mengikis dualisme system pendidikan tradisional (agama), dan pada sisi lain ada
pendidikan modern (sekuler). Kedua sistem ini sama-sama tidak beres. Karena itu
perlu ada upaya mengintegrasikan keduanya.
c.
Menyadari betapa
pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebgai alat untuk mengeluarkan
pendapat-pendapat yang orisinil. Menurut Rahman umat Islam adalah masyarakat
tanpa bahasa karena lemah di bidang bahasa.
d.
Pembaharuan
di bidang metode pendidikan Islam yaitu dari metode mengulang-ulang dan
menghafal pelajaran ke metode memahami dan menganalisis.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan Islam bukan sekedar
perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperi buku-buku
yang di ajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai
intelektualisme Islam karena baginya hal inilah yang di maksud dengan esensi
pendidikan tinggi Islam. Hal ini merupakan pertumbuhan suatu pemikiran Islam
yang asli dan memadai, dan yang harus memberikan kriteria untuk menilai
keberhasilan atau kegagalan sebuah pendidikan Islam.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk
mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang
diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkin
manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan
untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.
Kurikulum dilaksanakan atas metode
urutan mata pelajaran. Bahas Arab dan tatabahasa Arab, kesusastraan, ilmu
hitung, filsafat, hukum, yurisprudensi, theologi tafsir al-Qur'an, dan Hadits.
Metode pendidikan Islam yaitu membaca
dan mengulang-ulang sampai hafal. Metode demikian ini dikenal dengan metode
belajar secara mekanis.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,
Hasbi, Konsep Negara Islam menurut Fazlur
Rahman, Yogyakarta : Uli Press, 2006
Artikel, Nugroho,
Anjar, Pembaharuan Pendidikan Islam :
Studi terhadapa pemikiran Fazlu Rahman. Buku Elektronik
Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellctual Tradition
America : the University of Chichago Press, 1982. Buku eletronik
Sutrisno, Pendidikan Islam yang menghidupkan, Yogyakarta:
Kota Kembang, 2006
Sutrisno, Fazlur
Rahman; Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet. I., 2006
Sufyan, Mahbub, Konsep Transformasi
Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah
jurusan kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2005 Buku elekronik
[1] Hasbi Amiruddin,
Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman
( Yogyakarta : Uli Press, 2006), hal. 9
[2] Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian terhadap
Metode, Epistemologi, dan Sistem Pendidikan ( Yogyakarta : Pustaka
Remaja, 2006, hlm. 63
[3] Fazlur Rahman,Islam and
Modernity: Trasformational of an Intlektual Tradition, The University
of Chicago press, Chicago, 1982, hlm. 1. Dalam Sutrisno, Fazlur Rahman;
Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet. I., 2006) hlm. 170
[7] Artikel,Anjar Nugroho S.Ag (Dosen
fakultas agama Islam UMP)”Pembaharuan
Pendidikan Islam : Studi terhadapa pemikiran Fazlu Rahman. Buku Elektronik
[9] Mahbub Sufyan, Konsep Transformasi Pendidikan Islam Menurut
Fazlur Rahman, (Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah jurusan kependidikan Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), hlm. 66-69. Buku elekronik
[14] Fazlur Rahman, Islam and
Modernity: Transformation of an Intellctual Tradition (America : the University
of Chichago Press, 1982). hal 35-37. Buku eletronik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar