Kamis, 06 November 2014

Ibnu Sina

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan  usia dini dewasa ini cukup mengembirakan. Pemerintah dan masyarakat menyadari bahwa pendidikan usia dini hal yang urgen bagi kelangsungan hidup seseorang. Pendidikan usia dini diyakini sebagai penentu mutu dan kemampuan belajar serta perjalanan hidup anak didik di masa depan.
Menurut Ibn Sina pendidikan anak usia dini merupakan hal penting dalam pembentukan karakter diri si anak. Pemerintah menamakan pendidikan usia dini dengan pendidikan prasekolah.
Sekolah yang meyelenggarakan pendidikan usia dini haruslah melibatkan partisipasi aktif orang tua, partisipasi orang tua mutlak dibutuhkan bagi kesinambungan pendidikan anak.
Kompetensi dasar anak didik harus menjadi orientasi pertama pelaksanaan proses pembelajaran/pendidikan. Guru ketika memilih materi pelajaran (keterampilan dan keahlian) harus terebih dahulu mempertimbangkan apakah metode dan kurikulum pembelajaran sudah sesuai atu belum terhadap anak didik ?
Pemikiran filsafat jika dikaitkan dengan pendidikan maka yang perlu dalam pelaksanaan pendidikan yaitu penyusunan dasar kurikulum dan metode pengajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan yang Islami menurut Muhaimin yakni filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, atau yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkadung dalam sumber dasarnya, yaitu Al Qur’an dan al-sunnah. Filsafat yang bergerak dalam lapangan pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam dan filsafat pendidikan dalam Islam, atau proses aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah pendidikan Islam.
Dalam pembahasan makalah ini pemakalah akan menjelaskan dengan singkat tentang pentingnya pendidikan usia dini  menurut pemikiran Ibn Sina serta kurikulum dan metode yang baik untuk peserta didik.



BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Pendidikan Menurut Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina dalam buku Membukua Jendela Pendidikan oleh Imam Tholkhah, pendidikan anak dimulai dari memberikan nama yang baik. Nama yang baik, merupakan hal urgen bagi pembentuk karakter diri sianak. Sebuah nama berprestasi bagi kelangsungan sikap, prilaku, dan tradisi yang baik. Anak sejak awal sudah harus diberikan/dibiasakan berperilaku, berucap kata dan berpenampilan yang baik. Pujian dan hukuman dalam mendidik anak adalah dibenarkan. Hukuman dapat dibenarkan sepanjang tidak merusak mental/kejiwaan dan fisik si anak, melainkan dapat memulihkan kesadaran dan kepekaan mereka kea rah yang lebih baik. Dalam hal ini, Ibn Sina berkata :
“Jika anak sudah disapih dari susu ibunya, maka hendaknya segera didik dan dilatih/dibiasakan dengan etika sebelum pribadinya dikuasai oleh etika yang jelek, sebelum dikurung oleh sangkar tabiat yang buruk, dan sebelum dipenjara oleh tradisi yang salah. Karena anak kecil mudah sekali dipengaruhi oleh etika yang baik dan sekaligus etika yang buruk. Karena itu,pendidikan yang diberikan kepadanya harus diusahakan menjauhkan merekadari etika yang jelek, dari tabiat yang buruk, dan dari tradisi yang salah, dengan pujian dan celaan, ganjaran dan hukuman, penerimaan dan penolakan, hadiah dan siksaan; sesuai kondisi yang bersangkutan. Jika perlu, pendidikan pemulihan anak kearah etika yang baik dilakukan dengan pukulan sejauh tidak merusak dan menjadikannya penakut sebagaimana banyak dilakukan oleh ahli hikmah bagi murid-muridnya.”[1]
Jika anak kecil mampu berbicara dan siap menerima pelajaran, hal pertama yang perlu diajarkan adalah Al Qur’an, prinsip-prinsip agama, menulis, lagu-lagu dan syair, dan sastra. Pendidikan sastra adalah hal yang paling mendasar bagi pendidikan si anak. Anak usia dini memang perlu perhatian serius. PBB pada tahun 1979 sudah menetapkan hak-hak anak yang meliputi :
1.             Hak untuk memperoleh kasih sayang, cinta dan pengertian.
2.             Hak untuk mendapatkan gizi dan perawatan
3.             Hak untuk mendapatkan kesempatan bermain dan berkreasi
4.             Hak untuk mempuyai nama dan kebangsaan
5.             Hak untuk mendapatkan perawatan khusus bila cacat
6.             Hak untuk belajar agar menjadi warga negara yang beharga.
7.             Hak untuk hidup dalam kedamaian dan persaudaraan.
8.             Hak untuk diperlakukan sama, tidak dibedakan dan didiskriminasikan.[2]
Sistem pemikiran filsafat jika dikaitkan dengan pendidikan maka diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan.[3]
Para ahli sejarah mengakui ketajaman otak Ibn Sina dan ingatan yang kuat sekali diikuti dengan ketekunannya mempelajari ilmu pengetahuan, maka menjadilah ia ia seorang ahli Ilmu Agama, Ilmu Filsafat dengan segala macam bagiannya, Ilmu Politik dan terakhir Ilmu Kedokteran.[4]
B.            Tujuan Pendidikan Menurut Ibn Sina
Menurut Ibn Sina dalam buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah  perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan harus diarahkan pada upaya harus mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.[5]
Khusus mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, menurut Ibn Sina dalam buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA, hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olehraga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Melalui pendidikan jasmani atau olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Selain itu tujuan pendidikan yang bersifat perkayuan, penyablonan dan sebagainya, sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara propesional.[6]
Dengan demikian dalam tujuan pendidikan sudah terkandung strategi yang mendasar mengenai dasar dan fungsi pendidikan. Yaitu bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak didik, selain harus dapat mengembangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat, dengan sesuatu yang dapat diandalkan. Jadi, tujuan pendidikan menurut Ibn Sina di buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA, berusaha melakukan antispasi dalam rangka membentuk manusia yang memiliki keahlian dan membendung lahirnya lulusan pendidikan yang tidak mampu bekerjandi tengah-tengah masyarakat yang berakibat pada timbulnya pengangguran. Tujuan pendidikan inin masih dapat diterapkan oleh seluruh bangsa yang mengehendaki kemajuan. Selain itu tujuan pendidikan ini mencerminkan sikap sebagai seorang pemikir, juga sebagai pekerja praktisi, dan hal itu terdapat dalam diri Ibn Sina, melalui tujuan pendidikan yang dirumuskan Ibn Sina, ia tampak menghendaki agar orang lain menirunya.[7]
C.           Kurikulum dan Materi Pendidikan Menurut Ibn Sina
Menurut Crow dan Crow dalam buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA mengemukakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk meyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.[8]
Konsep Ibn Sina tentang kurikulum  dalam buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun perlu diberikan mata pelajaran olehraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian. Pelajaran olah raga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan; dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya.[9]
Mengenai mata pelajaran olahraga ketentuannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang milikinya. Dengan cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didik yang perlu dilatih berolahraga lebih banyak lagi. Dari sekian banyak olahraga yang perlu dimasukkan kedalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran adalah olahraga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat dan memanah.[10]
Mengenai pelajaran kebersihan menjelaskan tentang pelajaran hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat. Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun adalah mencangkup pelajaran membaca dan menghafal Al Qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir, dan pelajaran olahraga. Pelajaran membaca dan menghafal Al Qur’an berguna untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat Al Qur’an, juga untukmendukung keberhasilan dalam mempelajari agama Islam seperti pelajaran tafsir Al Qur’an, fiqih, tauhid, akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya adalah Al Qur’an. Selain itu pelajaran membaca dan menghafal Al Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai Al Qur’an berarti ia telah menguasai ribuan kosa kata bahasa Arab atau bahasa Al Qur’an. Dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al Qur’an tampak bersifat strategis dan mendasar, baik dilihat dari segi pembinaan sebagai pribadi Muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan Muslim.[11]
Selanjutnya kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas mata pelajaran yang harus diberikan kepada anak usia 14 tahun ke atas berbeda dengan mata pelajaran yang harus diberikan kepada anak usia sebelum 14 tahun. Mata pelajaran yang dapat diberikan kepada anak usia 14 tahun ke atas, amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Diantara mata pelajaran tersebut dapat dibagi ke dalam mata pelajaran yang bersifat teoritis (teori) dan praktis (praktik). Mata pelajaran yang bersifat teuritis antara lain ilmu tentang materi dan bentuk, gerak dan perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan, hewan, kedokteran, astrologi, kimia, yang secara keseluruhan tergolong ilmu fisika. Selanjutnya ilmu tentang ruang, banyang dan gerak, memikul beban, timbangan, pandangan dan cermin, dan ilmu memindahkan air, yang secara keseluruhan tergolong ilmu matematika. Selanjutnya terdapat pula ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa wahyu, mu’jizat, berita ghaib, ilham dan ilmu tentang kekekalan ruh setelah berpisah dengan badan yang secara keseluruhan termasuk ilmu ketuhanan.[12]
Mata pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu akhlak yang mengkaji tentang cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintah, kota dengan kota, bangsa dengan bangsa. Dengan ilmu yang bersifat praktis ini seseorang dapat dibantu dalam usaha mencari rezeki guna mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Jadi, konsep yang kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina dalam buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr.H. Abuddin Nata, MA memiliki tiga ciri yaitu :
1.             Tidak hanya terbatas pada sekedar menyusun sejumlah mata pelajaran, melainkan juga disertai dengan penjelasan tentang tujuan dari mata pelajaran tersebut, dan kapan mata pelajaran tersebut harus diajarkan.
2.             Strategi penyusunan kurikulum yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional, yakni dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan masyarakat, atau berorientasi pasar.
3.             Strategi pembentukan kurikulum sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat dalam dirinya. [13]
Dengan melihat ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa konsep yang ditawarkan kurikulum Ibn Sina telah memenuhi persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki masyarakat modern saat ini.[14]
D.           Metode Pendidikan Menurut Ibn Sina
Metode pengajaran yang ditawarkan oleh Ibn Sina dalam buku Pemikiran  Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr.H. Abuddin Nata, MA dalam setiap pembahasan materi pelajaran yaitu bedasarkan pertimbangan psikologisnya bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkebangan psikologisnya. Metode yang ditawarkan Ibn Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan.[15]
1.             Metode talqin digunakan untuk mengajarkan membaca Al Qur’an. Dimulai dengan cara memperdengarkan bacaan Al Qur’an kepada anak didik, sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan dan mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang, hingga hafal.
2.             Metode demonstrasi dapat digunakan dalam cara mengajar menulis. Jika seorang guru akan mempergunakan metode ini, maka terlebih dahulu mencontohkan tulisan huruf hijaiyah dihadapan murid-muridnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makhrajnya dan dianjurkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
3.             Metode pembiasaan dan teladan termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak.
4.             Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran di mana siswa di hadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problenatis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
5.             Metode magang yaitu kegiatan pengajaran yang menggabungkan teori dan praktek. Yaitu satu hari di ruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktekkan teori tersebut.
6.             Metode penugasan adalah penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.[16]
Dari keseluruhan uraian mengenai metode pengajaran tersebut terdapat empat ciri penting yaitu :
1.             Uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar terhadap keberhasilan pengajaran.
2.             Setiap metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam perspektif kesesuaiannya dengan bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik.
3.             Metode pengajaran yang ditawarkan selalu memperhatikan bakat dan minat si anak.
4.             Metode pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat perguruan tinggi.[17]
Ibn Sina juga terkenal dengan konsep pendidikan learning by doing (belajar sambil bekerja). Konsep learning by doing merupakan integrasi antara teori dan praktik. Siswa selain perlu dengan berbagai teori di dalam kelas juga diperlukan praktik dilapangan sesuai dengan bidang studi yang ditekuninya. Pendidikan model seperti ini dipraktikkan pada semua sistem pendidikan. Teori tanpa praktik tidak bermakna sebaliknya praktik tanpa dilandasi teori tidak bias menghasilkan kualitas yang memadai. Artinya, seluruh sistem dan metode yang ada harus bias diselaraskan secara berkesinambungan terhadap minat, bakat, kebutuhan anak didik segala situasi dan kondisi.[18]



BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Pendidikan anak dimulai dari memberikan nama yang baik. Nama yang baik, merupakan hal urgen bagi pembentuk karakter diri sianak. Anak kecil yang sudah mampu berbicara dan siap menerima pelajaran, hal pertama yang perlu diajarkan adalah Al Qur’an, prinsip-prinsip agama, menulis, lagu-lagu dan syair, dan sastra.
Tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah  perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti.
Konsep kurikulum  Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun perlu diberikan mata pelajaran olehraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian. Kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun adalah mencangkup pelajaran membaca dan menghafal Al Qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir, dan pelajaran olahraga. Mata pelajaran yang dapat diberikan kepada anak usia 14 tahun ke atas, amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak.
Metode pendidikan Islam antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan




DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah II , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam , Jakarta :Raja Grafindo, 2007
Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003
Tholkhah, Imam, Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo, 2004




[1] Imam Tholkhah, Membuka Jendela Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo, 2004), hal, 254.
[2] Ibid., hal. 255-256.
[3] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam ( Jakarta :Raja Grafindo, 2007), hal. 77.
[4] Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 144.
[5] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003 ), hal. 67.
[6] Ibid., hal. 68.
[7] Ibid., hal. 69.
[8] Ibid., hal. 70.
[9] Ibid.
[10] Ibid., hal. 71.
[11] Ibid., hal. 72.
[12] Ibid., hal. 72-73.
[13] Ibid., hal 74.
[14] Ibid.
[15] Ibid., hal. 75.
[16] Ibid., hal 76.
[17] Ibid., hal 77.
[18] Imam Tholkhah, Membuka Jendela Pendidikan,. hal, 259.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar