BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan usia dini dewasa ini cukup mengembirakan.
Pemerintah dan masyarakat menyadari bahwa pendidikan usia dini hal yang urgen
bagi kelangsungan hidup seseorang. Pendidikan usia dini diyakini sebagai
penentu mutu dan kemampuan belajar serta perjalanan hidup anak didik di masa
depan.
Menurut
Ibn Sina pendidikan anak usia dini merupakan hal penting dalam pembentukan
karakter diri si anak. Pemerintah menamakan pendidikan usia dini dengan
pendidikan prasekolah.
Sekolah
yang meyelenggarakan pendidikan usia dini haruslah melibatkan partisipasi aktif
orang tua, partisipasi orang tua mutlak dibutuhkan bagi kesinambungan
pendidikan anak.
Kompetensi
dasar anak didik harus menjadi orientasi pertama pelaksanaan proses
pembelajaran/pendidikan. Guru ketika memilih materi pelajaran (keterampilan dan
keahlian) harus terebih dahulu mempertimbangkan apakah metode dan kurikulum
pembelajaran sudah sesuai atu belum terhadap anak didik ?
Pemikiran
filsafat jika dikaitkan dengan pendidikan maka yang perlu dalam pelaksanaan
pendidikan yaitu penyusunan dasar kurikulum dan metode pengajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Filsafat
pendidikan yang Islami menurut Muhaimin yakni filsafat pendidikan yang dijiwai
oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, atau yang dipahami dan dikembangkan dari
ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkadung dalam sumber dasarnya, yaitu
Al Qur’an dan al-sunnah. Filsafat yang bergerak dalam lapangan pendidikan
keislaman atau pendidikan agama Islam dan filsafat pendidikan dalam Islam, atau
proses aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang
berlangsung dan berkembang dalam sejarah pendidikan Islam.
Dalam
pembahasan makalah ini pemakalah akan menjelaskan dengan singkat tentang
pentingnya pendidikan usia dini menurut
pemikiran Ibn Sina serta kurikulum dan metode yang baik untuk peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Menurut Ibnu Sina
Menurut
Ibnu Sina dalam buku Membukua Jendela Pendidikan oleh Imam Tholkhah, pendidikan
anak dimulai dari memberikan nama yang baik. Nama yang baik, merupakan hal
urgen bagi pembentuk karakter diri sianak. Sebuah nama berprestasi bagi
kelangsungan sikap, prilaku, dan tradisi yang baik. Anak sejak awal sudah harus
diberikan/dibiasakan berperilaku, berucap kata dan berpenampilan yang baik. Pujian
dan hukuman dalam mendidik anak adalah dibenarkan. Hukuman dapat dibenarkan
sepanjang tidak merusak mental/kejiwaan dan fisik si anak, melainkan dapat
memulihkan kesadaran dan kepekaan mereka kea rah yang lebih baik. Dalam hal
ini, Ibn Sina berkata :
“Jika anak sudah
disapih dari susu ibunya, maka hendaknya segera didik dan dilatih/dibiasakan
dengan etika sebelum pribadinya dikuasai oleh etika yang jelek, sebelum
dikurung oleh sangkar tabiat yang buruk, dan sebelum dipenjara oleh tradisi
yang salah. Karena anak kecil mudah sekali dipengaruhi oleh etika yang baik dan
sekaligus etika yang buruk. Karena itu,pendidikan yang diberikan kepadanya
harus diusahakan menjauhkan merekadari etika yang jelek, dari tabiat yang
buruk, dan dari tradisi yang salah, dengan pujian dan celaan, ganjaran dan
hukuman, penerimaan dan penolakan, hadiah dan siksaan; sesuai kondisi yang
bersangkutan. Jika perlu, pendidikan pemulihan anak kearah etika yang baik
dilakukan dengan pukulan sejauh tidak merusak dan menjadikannya penakut
sebagaimana banyak dilakukan oleh ahli hikmah bagi murid-muridnya.”[1]
Jika
anak kecil mampu berbicara dan siap menerima pelajaran, hal pertama yang perlu diajarkan
adalah Al Qur’an, prinsip-prinsip agama, menulis, lagu-lagu dan syair, dan
sastra. Pendidikan sastra adalah hal yang paling mendasar bagi pendidikan si
anak. Anak usia dini memang perlu perhatian serius. PBB pada tahun 1979 sudah
menetapkan hak-hak anak yang meliputi :
1.
Hak untuk
memperoleh kasih sayang, cinta dan pengertian.
2.
Hak untuk
mendapatkan gizi dan perawatan
3.
Hak untuk
mendapatkan kesempatan bermain dan berkreasi
4.
Hak untuk
mempuyai nama dan kebangsaan
5.
Hak untuk
mendapatkan perawatan khusus bila cacat
6.
Hak untuk
belajar agar menjadi warga negara yang beharga.
7.
Hak untuk hidup
dalam kedamaian dan persaudaraan.
8.
Hak untuk
diperlakukan sama, tidak dibedakan dan didiskriminasikan.[2]
Sistem
pemikiran filsafat jika dikaitkan dengan pendidikan maka diperlukan adanya
pendirian mengenai pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam
pelaksanaan pendidikan.[3]
Para
ahli sejarah mengakui ketajaman otak Ibn Sina dan ingatan yang kuat sekali
diikuti dengan ketekunannya mempelajari ilmu pengetahuan, maka menjadilah ia ia
seorang ahli Ilmu Agama, Ilmu Filsafat dengan segala macam bagiannya, Ilmu
Politik dan terakhir Ilmu Kedokteran.[4]
B.
Tujuan
Pendidikan Menurut Ibn Sina
Menurut
Ibn Sina dalam buku Pemikiran Para Tokoh
Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA, bahwa tujuan pendidikan harus
diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan
harus diarahkan pada upaya harus mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang
dipilihnya sesuai dengan bakat,kesiapan, kecenderungan dan potensi yang
dimilikinya.[5]
Khusus
mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, menurut Ibn Sina dalam buku Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H.
Abuddin Nata, MA, hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik
dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olehraga, makan, minum,
tidur dan menjaga kebersihan. Melalui pendidikan jasmani atau olahraga, seorang
anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan
dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan
bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan
kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat
daya khayalnya. Selain itu tujuan pendidikan yang bersifat perkayuan,
penyablonan dan sebagainya, sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang
professional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara propesional.[6]
Dengan
demikian dalam tujuan pendidikan sudah terkandung strategi yang mendasar
mengenai dasar dan fungsi pendidikan. Yaitu bahwa pendidikan yang diberikan
kepada anak didik, selain harus dapat mengembangkan potensi dan bakat dirinya
secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis
dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat, dengan sesuatu
yang dapat diandalkan. Jadi, tujuan pendidikan menurut Ibn Sina di buku Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H.
Abuddin Nata, MA, berusaha melakukan antispasi dalam rangka membentuk manusia
yang memiliki keahlian dan membendung lahirnya lulusan pendidikan yang tidak
mampu bekerjandi tengah-tengah masyarakat yang berakibat pada timbulnya
pengangguran. Tujuan pendidikan inin masih dapat diterapkan oleh seluruh bangsa
yang mengehendaki kemajuan. Selain itu tujuan pendidikan ini mencerminkan sikap
sebagai seorang pemikir, juga sebagai pekerja praktisi, dan hal itu terdapat
dalam diri Ibn Sina, melalui tujuan pendidikan yang dirumuskan Ibn Sina, ia
tampak menghendaki agar orang lain menirunya.[7]
C.
Kurikulum
dan Materi Pendidikan Menurut Ibn Sina
Menurut
Crow dan Crow dalam buku Pemikiran Para
Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA mengemukakan bahwa kurikulum
adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun
secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk meyelesaikan suatu
program pendidikan tertentu.[8]
Konsep
Ibn Sina tentang kurikulum dalam buku
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam
oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak
didik. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun perlu diberikan mata pelajaran
olehraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian. Pelajaran olah
raga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan
fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran
budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan
santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dengan pendidikan
kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan; dan
dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki
ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya.[9]
Mengenai
mata pelajaran olahraga ketentuannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan
usia anak didik serta bakat yang milikinya. Dengan cara demikian dapat
diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu diberikan
pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didik yang
perlu dilatih berolahraga lebih banyak lagi. Dari sekian banyak olahraga yang
perlu dimasukkan kedalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran adalah
olahraga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat dan memanah.[10]
Mengenai
pelajaran kebersihan menjelaskan tentang pelajaran hidup bersih dimulai dari
sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur
kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat
menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang
sehat. Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun adalah
mencangkup pelajaran membaca dan menghafal Al Qur’an, pelajaran agama,
pelajaran sya’ir, dan pelajaran olahraga. Pelajaran membaca dan menghafal Al
Qur’an berguna untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan
ayat-ayat Al Qur’an, juga untukmendukung keberhasilan dalam mempelajari agama
Islam seperti pelajaran tafsir Al Qur’an, fiqih, tauhid, akhlak dan pelajaran
agama lainnya yang sumber utamanya adalah Al Qur’an. Selain itu pelajaran
membaca dan menghafal Al Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari
bahasa Arab, karena dengan menguasai Al Qur’an berarti ia telah menguasai
ribuan kosa kata bahasa Arab atau bahasa Al Qur’an. Dengan demikian penetapan
pelajaran membaca Al Qur’an tampak bersifat strategis dan mendasar, baik
dilihat dari segi pembinaan sebagai pribadi Muslim, maupun dari segi
pembentukan ilmuwan Muslim.[11]
Selanjutnya
kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas mata pelajaran yang harus diberikan
kepada anak usia 14 tahun ke atas berbeda dengan mata pelajaran yang harus
diberikan kepada anak usia sebelum 14 tahun. Mata pelajaran yang dapat
diberikan kepada anak usia 14 tahun ke atas, amat banyak jumlahnya, namun
pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini
menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara
demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut
dengan baik. Diantara mata pelajaran tersebut dapat dibagi ke dalam mata
pelajaran yang bersifat teoritis (teori) dan praktis (praktik). Mata pelajaran
yang bersifat teuritis antara lain ilmu tentang materi dan bentuk, gerak dan
perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan, hewan, kedokteran, astrologi,
kimia, yang secara keseluruhan tergolong ilmu fisika. Selanjutnya ilmu tentang
ruang, banyang dan gerak, memikul beban, timbangan, pandangan dan cermin, dan
ilmu memindahkan air, yang secara keseluruhan tergolong ilmu matematika.
Selanjutnya terdapat pula ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa
pembawa wahyu, mu’jizat, berita ghaib, ilham dan ilmu tentang kekekalan ruh
setelah berpisah dengan badan yang secara keseluruhan termasuk ilmu ketuhanan.[12]
Mata
pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu akhlak yang mengkaji tentang
cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga,
yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan istri, anak-anak, pengaturan
keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang
bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintah, kota dengan kota, bangsa
dengan bangsa. Dengan ilmu yang bersifat praktis ini seseorang dapat dibantu
dalam usaha mencari rezeki guna mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Jadi, konsep
yang kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina dalam buku Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr.H.
Abuddin Nata, MA memiliki tiga ciri yaitu :
1.
Tidak hanya terbatas
pada sekedar menyusun sejumlah mata pelajaran, melainkan juga disertai dengan
penjelasan tentang tujuan dari mata pelajaran tersebut, dan kapan mata
pelajaran tersebut harus diajarkan.
2.
Strategi
penyusunan kurikulum yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis
fungsional, yakni dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang
dipelajari dengan tuntutan masyarakat, atau berorientasi pasar.
3.
Strategi
pembentukan kurikulum sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat dalam
dirinya. [13]
Dengan melihat ciri-ciri tersebut dapat
dikatakan bahwa konsep yang ditawarkan kurikulum Ibn Sina telah memenuhi
persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki masyarakat modern saat ini.[14]
D.
Metode
Pendidikan Menurut Ibn Sina
Metode
pengajaran yang ditawarkan oleh Ibn Sina dalam buku Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam oleh Dr.H.
Abuddin Nata, MA dalam setiap pembahasan materi pelajaran yaitu bedasarkan
pertimbangan psikologisnya bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak dapat
dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan
harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkebangan psikologisnya.
Metode yang ditawarkan Ibn Sina antara lain metode talqin, demonstrasi,
pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan.[15]
1.
Metode talqin
digunakan untuk mengajarkan membaca Al Qur’an. Dimulai dengan cara
memperdengarkan bacaan Al Qur’an kepada anak didik, sebagian demi sebagian.
Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan dan mengulangi bacaan tersebut
perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang, hingga hafal.
2.
Metode
demonstrasi dapat digunakan dalam cara mengajar menulis. Jika seorang guru akan
mempergunakan metode ini, maka terlebih dahulu mencontohkan tulisan huruf
hijaiyah dihadapan murid-muridnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid
untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makhrajnya dan
dianjurkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
3.
Metode
pembiasaan dan teladan termasuk salah satu metode pengajaran yang paling
efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak.
4.
Metode diskusi
dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran di mana siswa di hadapkan
kepada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problenatis
untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
5.
Metode magang
yaitu kegiatan pengajaran yang menggabungkan teori dan praktek. Yaitu satu hari
di ruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktekkan teori
tersebut.
6.
Metode penugasan
adalah penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar.[16]
Dari
keseluruhan uraian mengenai metode pengajaran tersebut terdapat empat ciri
penting yaitu :
1.
Uraian tentang
berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar terhadap
keberhasilan pengajaran.
2.
Setiap metode
yang ditawarkannya selalu dilihat dalam perspektif kesesuaiannya dengan bidang
studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik.
3.
Metode
pengajaran yang ditawarkan selalu memperhatikan bakat dan minat si anak.
4.
Metode
pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan
tingkat perguruan tinggi.[17]
Ibn Sina juga terkenal dengan konsep
pendidikan learning by doing (belajar
sambil bekerja). Konsep learning by doing
merupakan integrasi antara teori dan praktik. Siswa selain perlu dengan
berbagai teori di dalam kelas juga diperlukan praktik dilapangan sesuai dengan
bidang studi yang ditekuninya. Pendidikan model seperti ini dipraktikkan pada
semua sistem pendidikan. Teori tanpa praktik tidak bermakna sebaliknya praktik
tanpa dilandasi teori tidak bias menghasilkan kualitas yang memadai. Artinya,
seluruh sistem dan metode yang ada harus bias diselaraskan secara
berkesinambungan terhadap minat, bakat, kebutuhan anak didik segala situasi dan
kondisi.[18]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan anak dimulai dari memberikan
nama yang baik. Nama yang baik, merupakan hal urgen bagi pembentuk karakter
diri sianak. Anak kecil yang sudah mampu berbicara dan siap menerima pelajaran,
hal pertama yang perlu diajarkan adalah Al Qur’an, prinsip-prinsip agama,
menulis, lagu-lagu dan syair, dan sastra.
Tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti.
Konsep kurikulum Pendidikan Islam oleh Dr. H. Abuddin Nata, MA
didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk anak usia 3 sampai
5 tahun perlu diberikan mata pelajaran olehraga, budi pekerti, kebersihan, seni
suara dan kesenian. Kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun adalah
mencangkup pelajaran membaca dan menghafal Al Qur’an, pelajaran agama,
pelajaran sya’ir, dan pelajaran olahraga. Mata pelajaran yang dapat diberikan
kepada anak usia 14 tahun ke atas, amat banyak jumlahnya, namun pelajaran
tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak.
Metode pendidikan Islam antara lain
metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan
penugasan
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran, Dirasah
Islamiyah II , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam , Jakarta :Raja Grafindo, 2007
Nata, Abuddin, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003
Tholkhah, Imam, Membuka
Jendela Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar