Kamis, 13 November 2014

Filsafat Aristoteles

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-halyang masuk akal, banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena dianggap masuk akal dan sesuatu dengan pemikiran masyarakat pada umumnya.
Sebagai aliran filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada ditangkap pancaindra dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata ada. Batu yang tersandung dijalan yang baru dialami memang ada. Bunga mawar yang bau harumnya merangsang hidung sungguh-sungguh nyata ada bertengger pada ranting pohonya di ranting bunga.
Filsafat yang konon merupakan ibu dari semua ilmu pengetahuan adalah interpretasi dari para filosof. Sebagai konsekwensi dari banyaknya filosof, terdapat beberapa sudut pandang dan aliran-aliran yang berbeda-beda dalam filsafat. Di dalam makalah ini, akan diterangkan sekilas tentang realisme Aristoteles.
B.            Rumusan Masalah
a.              Jelaskan biografi Aristoteles !
b.             Jelaskan yang dimaksud dengan realisme Aristoteles !
c.              Jelaskan pengarus pemikiran Aristoteles !
C.           Tujuan Pembahasan
Tujuan kelompok 10 membuat makalah ini agar mahasiswa/i dapat mengatahui tentang biografi Aristotele, realism Aristotele dan pengaruh pemikiranya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Biografi Aristoteles
Aristoteles lahir di Kota Stageria, semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM, dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM. Ia adalah anak dari Nicomachus, seorang dokter istana Macedonia pada masa pemerintahan Raja Amyntas II. Ayahnya meninggal ketika ia masih berusia anak-anak. Kemudian ia dididik oleh ayah angkatnya, Proxenus sampai berumur 18 tahun. Pada umur 18 ini Aristoteles dikirim pleh ayah angkatnya untuk belajar di Akademy Plato di Athena. Ia tinnggal di sana kira-kira 20 tahun sampai Plato meninggail dunia (384 SM). Pada waktu berada di Akademy, Aristoteles menerbitkan beberapa karya, dan juga mengajar anggota-anggota Akademy yang lebih muda.
Setelah Plato meninggal, Aristoteles meninggalkan Athena bersama Xenokrates menuju Assos di pesisir Asia Kecil. Di mana Hermeias pada waktu itu menjadi penguasa negara.
Pada tahunn 342 SM Aristoteles diundang oleh Raja Philippos dari Macedonia untuk mengajar anaknya, Alexander yang berusia 13 tahun. Aristoteles berusaha  melatih moral dan intelektual kepada Alexander, yang nantinya akan menerima warisan tahta sebagai Alexander Agung. Dengan cara ini secara tidak langsung akan memperluas paham dan cita-cita Aristoteles dalam mencerdaskan manusia dan membentuk negara kota sebagai pusat kehidupan.
Pada tahun 340 SM Alexander diangkat menjadi pejabat Raja Macedonia dan empat tahun kemudian ia menggantikan ayahnya menjadi Raja macedonia. Setelah Alexander Agung diangkat menjadi raja, Aristoteles kembali ke Athena dan atas bantuan Raja Alexander, ia mendirikan sekolah sendiri yang diberi nama Lykeion. Dalam sekolah ini Aristoteles mengajarkan paham dan ilmu-ilmu yang berkembang pada waktu itu. Ia juga membuat perpustakaan dengan mengumpulkan manuskrip-manuskrip dan peta bumi. Dalam pengumpulan bahan-bahan ini, Alexander sangat berperan penting, yaitu memerintahkan kepada semua pemburu, penangkap unggas, dan nelayan di kerajaannya untuk melaporkan kepada Aristoteles mengenai semua hasil yang menarik dari sudut ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan Aristoteles dan Alexander sebagai murid sampai saat itu cukup harmonis. Keretakan hubungan mereka baru terjadi ketika Alexander memerintahkan pasukannya untuk membunuh keponakan Aristoteles, Carlisthenes karena dicuriagai ikut kelompok pemberontak.
Pada tahun 323 SM Alexander Agung meninggal dunia. Hal ini menyebabkan suatu gerakan Anti Macedonia oleh kota-kota yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan Macedonia, dan salah satunya adalan Athena. Karena kedekatan Aristoteles dengan Raja Alexander Agung, maka ia dituduh durhaka. Dengan adanya gejolak ini, Aristoteles terpaksa meninggalkan Athena dan menyerahkan Sekolah Lykeion kepada muridnya Theopratos. Selanjutnya Aristoteles melarikan diri ke Khalkis, tempat asal ibunya. Ia tinggal di situ sampai akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada usia 62 tahun.[1]
B.            Realisme Aristoteles
Dengan memasuki abad ke-20, realisme muncul, khususnya di Inggris dan Amerika Utara. Real berarti yang aktual atau yang ada, kata tersebut menunjuk kepada benda ‑ benda atau kejadian - kejadian yang  sungguh sungguh, artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan satu‑satunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan untuk menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan yang belum dicoba kebenarannya.
Seorang realis bangsa Inggris, John Macmurray mengatakan: “Kita tidak bisa melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide”. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu benda, suatu fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide adalah “bagaimana benda itu nampak pada kita”. Oleh karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda , jika mau menjadi benar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan dengan ide kita tentang benda tersebut. Kita harus mengganti ide-ide kita dan terus selalu menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir  common sense semacam itu adalah cara yang realis; cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan “benda”  adalah bukan “ide” sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan benda itu dari real dan ide itu penampakkan benda yang benar atau yang keliru.[2] Realisme menegaskan bahwa sikap common sense yang diterima orang secara luas adalah benar, artinya, bahwa bidang aam atau obyek fisik itu ada, tak bersandar kepada kita, dan bahwa pengalaman kita tidak mengubah watak benda yang kita rasakan [3]
Kecenderungan berfikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Jika dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya bersifat abstrak dan idealisme, maka orientasi yang di kemukakan Aristoteles lebih pada hal-hal yang kongkret (empiris).[4]
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan menjadi, ia menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semua itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut sebagai realisme.
Meskipun 20 tahun menjadi Plato, Aristoteles menolak ajaran Plato tentang dunia ide. Menurutnya tidak ada ide-ide yang abadi. Pemahaman Plato tidak lain adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas inderawi. Menurut Aristoteles, ajaran Plato tentang ide-ide merupakan interpretasi salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam ide-ide abadi. Aristoteles menjelaskannya dengan  kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual.
Tidak hanya itu, Aristoteles juga menolak paham Plato tentang ide yang baik dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan kontemplasi atau penyatuan dengan ide yang baik tersebut. Ia beranggapan bahwa paham yang baik itu sedikitpun tidak membantu seseorang untuk mengetahui bagaimana ia harus bekerja dengan baik. Apa yang membuat hidup manusia bermutu harus dicari dengan bertolak dari realitas manusia sendiri.[5]
Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian materi memiliki sifat universal dan khusus. Sebagai contoh, semua orang berbeda dalam sifat-sifat mereka. Kita semua memiliki berbagai bentuk dan ukuran dan tidak ada dua yang sama. Kami melakukan semua berbagi sesuatu yang universal yang disebut “kemanusiaan.”Kualitas universal ini tentunya nyata karena itu ada secara mandiri dan terlepas dari satu orang. Aristoteles menyebut kualitas bentuk universal (gagasan atau esensi), yang merupakan aspek nonmaterial dari setiap objek materi tunggal yang berhubungan dengan semua benda lain dari grup tersebut.[6]
Ajaran Pokok Realisme
a)             Kita hidup dalam sebuah dunia yang di dalamnya terdapat banyak hal : manusia, hewan, tumbuhan, benda, dan sebagainya yang eksistensinya benar-benar nyata dan ada dalam dirinya sendiri.
b)             Objek-objek kenyataan itu berada tanpa memandang harapan dan keinginan manusia.
c)             Manusia dapat menggunakan nalarnya untuk mengetahui tentang obyek ini.
d)            Pengetahuan yang diperoleh tentang obyek hukumnya dan hubungannya satu sama lain adalah petunjuk yang paling diandalakan untuk tindakan tindakan manusia.[7]
Proses awal mengetahui adalah dengan sensasi. Sensai adalah tanggapan indera manusia ketika menangkap objek-objek yang ada. Hasilnya adalah pengalaman indrawi atau data sensori. Kemudian akal atau pikiran menyortir, merangkai, mengklasifikasi, mengabstraksikan hasil tangkapan indera tersebut. Proses abstraksi diartikan sebagai bekerjanya akal pikiran untuk mencari unsur-unsur umum segala obyek yang harus ada dan selalu ditemukan dalam suatu objek. Dan unsur-unsur lain yang bersifat kontingen. Proses abstraksi ini sangat penting bagi subjek yang ingin mendapatkan pengetahuan yang hakiki tentang objek tertentu. Sebagai contoh, kita melihat segala jenis kuda, ada kuda zebra, kuda australia, kuda sumbawa, kuda poni dan sebagainya. Walaupun kuda poni lebih kecil dibandingkan kuda lainnya tetapi kita tahu bahwa kuda poni termasuk jenis kuda. Sebaliknya, walaupun kita tahu bahwa sapi itu besarnya sama dengan kuda tapi kita tahu bahwa sapi tidak termasuk golongan kuda. Hal ini disebabkan kita mengabstraksikan berbagai hewan yang dilihat yang mempunyai unsur unsur umum yang dapat digolongkan ke dalam jenis hewan bernama kuda. Jadi sebenarnya dalam proses abstraksi itu seseorang menangkap bentuk umum suatu objek, sedangkan sensasi menghadirkan materi sebuah obyek.
Bagi kaum realis, mengetahui adalah dua buah sisi proses yang melibatkan sensasi dan abstraksi. Proses ini sesuai dengan konsep realis tentang alam raya yang dualistic, tersusun atas materi dan struktur (komponen dan forma). Bila sensasi diperkenalkan dengan obyek dan memberi kita informasi tentang aspek material dari obyek ini dan kemudian data masuk ke dalam pikiran kita seperti data yang masuk kedalamprogram computer. Sekali masuk kedalam pikiran data sensori ini dipilih dipilih den digolongkan  dan didaftar. Melalui sesuatu proses asbtraksi, akal sehat merangkai data dalam dua kategori besar, yang satu sebagai sesuatu yang harus ada yang selalu ditemukan dalam sebuah objek dan yang lainnya bersifat kontingen atau kadang-kadang ditemukan dalam sebuah objek. Yang selalu hadir itulah yang harus ada atau esensial bagi objek, disebut juga bentuk atau struktur. Bentuk adalah objek tepat dari abstraks.[8]
C.           Pengaruh Pemikiran Aristotelesn
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Kami-kami Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad- abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah ketika keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala. Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dia percaya kerendahan martabatwanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini tentu saja mencerminkan pandangan yang berlaku pada zaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya “Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dankejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalamseni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot. Namun, ada yang berpikir bahwa pengaruhnya sudah begitu menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang mendahuluinya dalam urutan. Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis). Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
Sokrates adalah manusa (premis minor)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.
Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. .aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi.[9]



BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Aristoteles lahir di Kota Stageria, semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM, dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM. Ia adalah anak dari Nicomachus, seorang dokter istana Macedonia pada masa pemerintahan Raja Amyntas II.
Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian materi memiliki sifat universal dan khusus.
Ajaran Pokok Realisme
a.              Kita hidup dalam sebuah dunia yang di dalamnya terdapat banyak hal : manusia, hewan, tumbuhan, benda, dan sebagainya yang eksistensinya benar-benar nyata dan ada dalam dirinya sendiri.
b.             Objek-objek kenyataan itu berada tanpa memandang harapan dan keinginan manusia.
c.              Manusia dapat menggunakan nalarnya untuk mengetahui tentang obyek ini.
d.             Pengetahuan yang diperoleh tentang obyek hukumnya dan hubungannya satu sama lain adalah petunjuk yang paling diandalakan untuk tindakan tindakan manusia
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris.


DAFTAR PUSTAKA

Harold H, Titus, dkk, Living in Philosophy , Jakarta : PT. Bulan Bintang
Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta: Teras, 2009
Maksum, Ali, Pengantaar Filsafat, Yogykarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Tekno, Media, Realisme Aristoteles dalam Filsafat Pendidikan, http://media-tekno.blogspot.com/2011/10/realisme-aristoteles-dalam-filsafat.html,





[1] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 69
[2] Harold H.Titus, dkk, living in philosophy (Jakarta : PT. Bulan Bintang), hal 315-329
[3] Ibid,. hal. 330
[4] Ali Maksum, Pengantaar Filsafat, (Yogykarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 81.
[5] Ibid,. hal. 84-85
[6] Nisa Aisyah, Realisme Aristoteles, http://nisaaisyah05.blogspot.com/2012/11/realisme-aristoteles.html, diakses pada tanggal 7 November 2014
[7] Media Tekno, Realisme Aristoteles dalam Filsafat Pendidikan, http://media-tekno.blogspot.com/2011/10/realisme-aristoteles-dalam-filsafat.html, diakses pada tanggal 7 Nopember 2014.
[8] Ibid.
[9] Riswari, Realisme Aristoteles, http://anawari.blogspot.com/2013/04/realisme-aristoteles.html, diakses pada tanggal 7 Nopember 2014.

1 komentar: